content top

Senin, 20 Februari 2012

Tafsir Bayani


Oleh            : Ahmad Taher, Ahmad saikuddin dan Baihaqi ( PBSB 2010)
Editor         : Fairuz Kholili


PENDEKATAN BAYANI 
Q.S  LUQMAN AYAT 12 -14

A.    Q.S Luqman Ayat 12 :

وَلَقَدْ آتَيْنَا لُقْمَانَ الْحِكْمَةَ أَنِ اشْكُرْ لِلهِ وَمَنْ يَشْكُرْ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ

Artinya :
 “ Dan sesungguhnya kami telah memberikan Hikmah kepada Luqman ,  karenanya bersykurlah engkau (Luqman) kepada Allah, dan barang siapa yang bersyukur  maka sesungguhnya  ia bersyukur untuk dirinya sendiri (manfaatnya untuk dirinya sendiri) dan barang siapa yang engkar maka sesungguhnya Allah maha kaya lagi maha terpuji ”.
           

*      وَلَقَدْ آتَيْنَا لُقْمَانَ       :
Ayat ini dimulai dengan memakai lam ibtida’ dan huruf Qod  (li at-tahqiq) yang bertujuan untuk menguatkan pernyataan ayat. Kata  آتَيْنَا  pada  Ayat ini  menggunakan jenis fiil maklum , yakni dengan menyandarkan perbuatan langsung kepada Alloh  SWT, karena dalam al-Qur’an alloh selalu mengungkapkan  pernyataan (fiil) dengan bentuk maklum jika berkenaan atau menjelaskan tentang hal-hal yang baik atau positif. Hal ini bisa kita lihat dalam ungkapan-ungkapan al-Qur’an, seperti pada ayat :

1.      Al-Isro’ ayat 83 :

وَإِذَا أَنْعَمْنَا عَلَى الإِنسَانِ أَعْرَضَ وَنَأَى بِجَانِبِهِ وَإِذَا مَسَّهُ الشَّرُّ كَانَ يَؤُوساً

Dan apabila Kami berikan kesenangan kepada manusia niscaya berpalinglah dia; dan membelakang dengan sikap yang sombong; dan apabila dia ditimpa kesusahan niscaya dia berputus asa.

                  Ayat ini memakai fiil maklum (أَنْعَمْنَا) karena berhubungan dengan nikmat  yang merupakan hal yang baik atau positif. Begitu juga dengan ayat-ayat lainnya, selalu memakai fiil maklum jika berhubungan dengan hal-hal yang baik.

                  Berbeda dengan hal –hal yang negatif, selalu dengan memakai fiil majhul (tidak disandarkan kepada Allah) karena Alloh adalah tempat pemakaian atau penyandaran hal-hal yang baik. Misalnya  : pada kata اوتوا الكتاب  , memakai fiil majhul karena اوتوا الكتاب berkenaan dengan hal yang negatif karena mereka telah merubah dan manjual ayat-ayat Alloh. Akan tetapi ketika menjelaskan kitab yang diberikan kepada orang yang baik seperti para nabi , maka Allah memakai fiil maklum yaitu dengan kata آتَيْنَا . Hanya ada sedikit saja yang menyalahi kaedah ini, seperti pada potongan ayat اوتوا العلم درجات , ayat ini memakai fiil majhul untuk hal yang positif.

     
*      الْحِكْمَةَ                :
Adapun makna al-hikmah menurut as-Samaroi adalah Menempatkan perkataan/perbuatan pada tempatnya atau Menyesuaikan ilmu dan amal. Jadi dari ayat ini kita bisa tahu bahwa Luqman adalah seorang yang perkataan dan perbuatannya selaras. Begitu juga ilmu dan amalnya.   

*      أَنِ اشْكُرْ لِلهِ           :
Karena Allah telah menganugrahi Luqman hukmah yang merupakan suatu nikmat maka Allah menyuruhnya untuk bersukur kepada Allah. Karena seharusnya setiap nikmat disukuri supaya nikmat itu bertambah karena kalau seseorang tidak bersyukur (engkar) maka adzab-lah yang akan menimpa , hal ini sejalan dengan penjelasan Allah dalam ayat lain.
Ayat ini memakai أن التفسيرية tidak memakai kata yang lain seperti فاشكر لله kerena jika memakai kata أن maka yang dikhitob adalah Luqman , akantetapi jika seandainya memakai kata فاشكر maka yang dikhitob adalah Nabi SAW, dan hal ini tidaklah sejalan karena luqman-lah yang diberi nikmat maka Luqman jugalah yang harus bersyukur.


*      وَمَنْ يَشْكُرْ           :
Ayat  ini memakai  fiil  مضارع , karena jika sesudah أداة الشرط memakai fiil مضارع maka hal itu menunjukkan bahwa perbuatan tersebut dilakukan berulang-ulang (يتكرر فعله hal ini sesuai karna nikmat alloh tidak terhingga sesuai dengan ungkapan ayat  وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَتَ اللَّهِ لا تُحْصُوهَا  , oleh karna itu kita disuruh untuk memperbanyak syukur (التجدد والاستمرار).
Berbeda halnya apabila sesudah أداة الشرط  terdapat fiil ماضى  maka hal tersebut menunjukkan hanya sekali saja atau jarang sekali. Misalnya : وَمَنْ قَتَلَ مُؤْمِناً خَطَأ (memakai fiil madhi karena membunuh karena khoto’/tersalah dilakukan secara tidak sengaja yang berarti tidaklah sering ). Dan selanjutnya alloh mengungkapkan :  وَمَنْ يَقْتُلْ مُؤْمِناً مُتَعَمِّدا (memakai fiil mudhori’ karena seorang yang ingin membunuh orang mukmin dengan sengaja maka ia akan melakukannya apabila  ada kesempatan kepada siapa saja dan dimana saja ). Hal ini berarti menunjukkan kemungkinan sering dilakukan.


*      فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ    :
memakai kata إنما yang menunjukkan  batasan (تفيد الحصر) ,karena syukur itu hanya akan memberikan manfaat kepada si pelakunya . Syukur seseorang tidaklah membawa untung kepada alloh dan maksiyatnya seseorang tidak akan merugikan alloh:

( يا عبادي ، لو أن أولكم وآخركم وإنسكم وجنكم كانوا على أتقى قلب رجل واحد منكم ما زاد ذلك في ملكي شيئا ، يا عبادي لو أن أولكم وآخركم وإنسكم وجنكم كانوا على أفجر قلب رجل واحد ما نقص ذلك من ملكي شيئا ، يا عبادي لو أن أولكم وآخركم وإنسكم وجنكم قاموا في صعيد واحد فسألوني فأعطيت كل إنسان مسألته ما نقص ذلك مما عندي إلا كما ينقص المخيط إذا أُدخل البحر )


*      وَمَنْ كَفَرَ             :
Memakai fiil madhi padahal fi’il sebelumnya memakai fi’il mudhori’. Hal ini karna kekafiran hanya dengan sekali saja sudah berimplikasi menanggalkan iman tanpa harus berulang-ulang, berbeda dengan syukur harus diulang-ulang karena nikmat alloh tidak ada habisnya dan tiada terhingga. Inilah alasan kenapa syukur  digunakan dengan fi’il mudhori’ , sedangkan kafir digunakan dengan fi’il madhi.

*      فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ   :
Alloh menjelaskan bahwa ia maha kaya dan maha terpuji. Hal ini berkaitan dengan kalimat sebelumnya yang berarti bahwa ia maha kaya (tidak membutuhkan/tidak memberi manfaat) dari syukur dan kekafiran. Syukur dan kekafiran tidak memberi manfaat atau mudhorat kepadanya.
Pada ayat lain alloh mengungkapkan : للهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ إِنَّ اللَّهَ هُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيد ,  karena kata  إِنَّ اللَّهَ هُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيد   bermakna :  hanya alloh-lah yang paling kaya, tidak ada yang menandingi, hal ini karna konteks pada ayat ini alloh ingin menjelaskan bahwa hanya dialah yang maha kaya di langit dan bumi.
Berbeda dengan ayat yang pertama (فَإِنَّ الله غَنِيٌّ حَمِيد) , karena konteks  pada ayat ini adalah alloh ingin menjelaskan bahwa ia maha kaya (tidak memberi manfaat/mudhorat) dari syukur maunpun kekafiran.



B.     Q.S Luqman Ayat 13 :

وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لاِبْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لا تُشْرِكْ بِاللهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيم

Artinya :
“ Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, dan Luqman benar-benar menasehati anaknya. (Luqman berkata) : Wahai anakku , janganlah engkau mensekutukan Allah, sesungguhnya menyekutukan Allah (syirik) itu adalah ke-dzoliman yang besar “.



*      وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لاِبْنِهِ            :
pada ayat ini alloh menjelaskan tentang isi dari nasehat Luqman kepada anaknya. Alloh terlebih dahulu menjelaskan bahwa Luqman telah diberikan hikmah, yang bertujuan bahwa apa yang dinasehati Luqman kepada anaknya sudah ia perbuat (tidak ngomong saja) , tapi  ia juga mengawasi  kehidupan anaknya.
Dari  ayat ini bisa kita ambil pelajaran bahwa ketika kita mau menasehati seseorang, semestinya kita terlebih dahulu melaksanakannya baru menasehati orang lain supaya apa yang kita katakan lebih mengena dan diterima ( لسان الحال افصح لسان المقال ).

*      وَهُوَ يَعِظُهُ                     :
Tanpa kata ini, kita sudah tahu bahwa  konteks ayat ini adalah mengenai Luqman yang menasehati anaknya, tapi kenapa kalimat ini harus ada?  sebenarnya kata ini mempunyai maksud/faedah yaitu :
- Dari segi bahasa, kalimat ini menempati i’rob hal (الحال) yang menunjukkan bahwa Luqman benar-benar menasehati anaknya. Ia tidak hanya asal-asalan menasehati tapi ia menasehati anaknya dengan melihat waktu/tempat yang tepat.
- Luqman benar-benar menasehati anaknya, tidak hanya sekali saja. Ia tidak hanya berbicara tapi benar-benar mendidik dan mengawasi anaknya.

*      يَا بُنَيَّ                           :
Memakai isim tashgir , yang bertujuan untuk kasih sayang (للتحبيب) dan kelemah lembutan, karena dua hal tersebuat akan lebih baik dan mengena karena kedua hal tersebut akan membukakan hati yang tertutup dan melelehkan jiwa yang keras/penuh maksiyat (لأن الكلمة الطيبة الهينة اللينة تفتح القلوب المقفلة وتلين النفوس العصية) .
Hal ini mengajari kita seorang untuk memberi nasehat dengan lembut dan tenang, sehingga yang di nasehati faham/sadar dan menerima nasehat tersebut .


*      لا تُشْرِكْ بِاللهِ                  :
Luqman mendahulukan nasehatnya dengan kalimat “ jangan sekutukan alloh!”(tauhid).  Tidak dengan kaliamat sembahlah alloh ! (ibadah),  Hal  ini karena :
  1. Tauhid adalah pondasi/dasar dalam agama, amal tidak akan diterima tanpa adanya tauhid.
2. Tauhid harus ditanamkan kepada anak sejak belia dan anak harus melakukannya, berbeda dengan ibadah yang memang harus ditanamkan sejak dini,tapi baru wajib dilaksanakan ketika sudah ia mukallaf.

*      إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيم         :
Luqman menjelaskan mengapa ia ia melarang anaknya mensekutukan alloh, yaitu karena hal itu adalah suatu ke-dzoliman yang besar. Dari sini kita  ambil hikmah bahwa setiap kita melarang sesuatu,kita harus menjelaskan kerugiannnya supaya yang dinasehati mengerti dampak dari hal tersebut dan meninggalkannya. Ayat ini memakai إِنَّ dan lam al-muzahlaqoh/ibtida’ yang menunjukkan ta’kid atau hal itu benar-benar adanya.

Memakai kata dzolim (tidak memakai kata yang lainnya seprti itsm: dosa)  karena kata ke-dzoliman adalah sesuatu yang dibenci oleh manusia walaupun seseorang itu melakukannya.  Juga seandainya  apabila ada dua orang dalam satu pekerjaan.salah satunya bekerja dengan ulet dan satunya lagi tidak bekerja, ia hanya duduk saja. Maka orang yang tidak kerja ini dikatan dzolim dan ia pasti sangat dibenci orang. Ke-dzoliman yang seperti ini saja sudah dibenci apalagi-lah kedzoliman kepada tuhan yang telah menciptakan dan memberi  kehidupan kepada manusia.




C.     Q.S Luqman Ayat 14 :

ووَصَّيْنَا الْأِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْناً عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِير

            Artinya :
            “ Dan kami telah mewasiyatkan manusia (untuk berbakti) kepada ibu bapaknya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan susah dan bertambah susah, dan ibunya menyusuinya selama dua tahun, karenanya bersyukurlah kepadaku (Allah) dan (berbaktilah) kepada ibu bapakmu, (dan) kepadakulah tempat kembali ”.

*      ووَصَّيْنَا الْأِنْسَانَ     :
Yang berwasiyat disini adalah Alloh bukan Luqman (meskipun Luqman sendiri juga mengajari anakanya dengan hal ini), padahal sebelumnya yang berbicara adalah Luqman, hal ini karena:
1.Berbakti kepada dua ortu adalah hal yang besar maka alloh juga berwasiyat dengan hal ini yang menunjukkan pentingnya statemen tersebut.  
2. Biasanya bila kita dinasehati seseorang, maka kita akan melihat/memandang siapa orang yang menasehati kita, apakah ia menasehati kita untuk mengambil menfaat kepada dirinya sendiri, dan bila ia menasehati untuk mengambil manfaat kepada dirinya sendiri maka kita akan enggan melaksanakannya . Begitu juga halnya dalam masalah ini, kalau yang berwasiyat adalah seorang ayah (Luqman) maka mungkin saja seorang anak menganggap bahwa ayahnya hanya ingin mengambil manfaat. Maka dalam hal ini alloh-lah yang berwasiyat.
 Alloh menyandarkan fi’il kepadanya karena berkenaan dengan hal yang baik. Ayat ini juga Memakai kata وصّى ,tidak memakai kata أوصى  walaupun artinya sama. Hal ini karena: kata washsho dipakaikan dalam al-qur’an untuk hal-hal yang urgen/ penting seperti yang berkaitan dengan agama. Misalnya bisa kita dapati dalam suroh al-baqoroh:132  dan pada suroh an-nisa:131.
Sedangkan ausho digunakan untuk hal-hal yang materil. Misalnya pada يُوصِيكُمُ اللَّهُ فِي أَوْلادِكُمْ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْأُنْثَيَيْن . Hanya ada satu ayat yang menunjukkan non-materil  : وَجَعَلَنِي مُبَارَكاً أَيْنَ مَا كُنْتُ وَأَوْصَانِي بِالصَّلاةِ وَالزَّكَاةِ مَا دُمْتُ حَيّا , itupun masih ada sangkutan dengan materi, yakni sholat  ada kaitannya dengan materi.

*      بِوَالِدَيْهِ                :
Ayat ini memakai kata  والديه , tidak memakai kata  أبويه walaupun maknanya sama, hal ini karena:
      -  والديه berasal dari kata ولد yang bermakna melahirkan, jadi kata ini di pakai untuk menyesuaikan konteks ayat yang berbicara tentang ibu yang mengandung dan menyusukan anaknya. Dari ayat ini bisa kita fahami sebagai isyarat  untuk berbuat ihsan kepada ibu lebih dari berbuat ihsan kepada ayah.
      Kata  والدين dipakai dalam al-qur’an dalam hal yang baik, berbakti kepada ortu, doa,dan wasiyat . Seperti terdapat pada suroh al-isro’ :23, annisa:36,  ibrohim:41,  dll.

والديه : diartikan dengan ibu bapak  (mendahulukan/mengutamakan  ibu).
أبويه : diartikan dengan ayah ibu     (mendahulukan/mengutamakan ayah).


KESIMPULAN

Dari beberapa penjelasan diatas bisa kita lihat alangkah tepatnya pemakaian kata-kata dalam setiap ungkapan dalam al-qur’an,  yang mengisyaratkan kepada kita tentang keistimewaan,keindahan, dan kebenaran al-qur’an bahwa kitab ini benar-benar wahyu ilahi, bukanlah karangan nabi Muhammad SAW.

Nasehat Luqman kepada anaknya masih ada disebutkan dalam ayat selanjutnya , diantaranya yaitu :

1.         Jangan mensekutukan Allah.
2.         Birrul  walidain (redaksinya dari allah).
3 .        Bersyukur kepada allah (redaksinya dari allah).
4.         Jangan patuh kepada orang tua  dalam hal syirik (redaksinya dari allah).
5.         Alloh akan membalas perbuatan, sekecil apapun.
6.         Melaksanakan sholat.
7.         Amar ma’ruf nahi munkar.
8.         Shobar.
9.         Jangan sombong.
10.       Sederhana dalam berjalan.
11.       Melunakkan suara.





DAFTAR PUSTAKA

            Sholih as-Samaroi, Fadhil. Lamasat al-Bayaniyah , Maktabah Syamilah CD ROOM.

content top