content top

Kamis, 23 Februari 2012

Kitab Shohih Muslim


Oleh        : Wali Romadhoni dan Kemas Intidzam ( PBSB 2010)
Editor      : Fairuz Kholili


Kitab Shohih Muslim
a.     Biografi
1.      Nama, Nasab dan Kredibilitas Imam Muslim
Nama lengkap Imam Muslim adalah Abu al-Husain Muslim bin al-Hajjaj bin Muslim bin Ward bin Kausyadz Al-Qusyairi An-Naisaburi.[1] Ia bergelar Hujjatul Islam Abu Husain. Ia dilahirkan pada tahun 204 H.[2] Ia dinisbatkan kepada Naisaburi karena dilahirkan di Nisabur, sebuah kota kecil di Iran bagian timur-laut. Beliau juga dinisbatkan kepada nenek moyangnya atau kabilahnya yaitu Qusyair bin Ka’ab bin Sa’sa’ah.
Imam Muslim terkenal sebagai seorang hadist terkemuka dan seorang alim yang ternama. Ia adalah seorang saudagar yang ramah dan memiliki reputasi yang tinggi, az-Zahabi menjulukinya sebagai Muhsin Naisabur.[3] Beliau tidak fanatik dengan pendapatnya sendiri, murah senyum, toleran, dan tidak gengsi untuk menerima pendapat atau kebenaran dari orang lain.

2.      Proses Pencarian Ilmu
Kesuksesan berangkat dari sejauh mana usaha yang dilakukan untuk meraih apa yang diinginkan. Semakin besar usaha yang dilakukan, maka hasil yang akan dicapainya pun semakin sempurna. Inilah yang tergambar dari seorang Imam Muslim, ia bahkan menghabiskan masa mudanya untuk menimba ilmu. Ia belajar hadis mulai usia kurang lebih 12 tahun.[4] Sejak itulah beliau sangat serius dalam mempelajari dan mencari hadist. Tidak hanya belajar dengan syeikh-syeikh yang ada di negerinya saja, akan tetapi ia juga pergi ke Hijaz, Irak, Syam, Mesir dan tempat-tempat lainnya untuk mencari hadist beserta sanadnya. Di Khurasan, ia berguru kepada Yahya bin Yahya dan Ishak bin Rahawaih; di Ray ia berguru kepada Muhammad bin Mahran dan Abu ‘Ansan. Di Irak ia belajar hadits kepada Ahmad bin Hambal dan Abdullah bin Maslamah; di Hijaz belajar kepada Sa’id bin Mansur dan Abu Mas’Abuzar; di Mesir berguru kepada ‘Amr bin Sawad dan Harmalah bin Yahya, dan kepada ulama ahli hadits yang lain.[5]
Imam Muslim pernah berkali-kali mengunjungi kota Baghdad dan berguru kepada sejumlah ulama hadist senior yang ada disana. Ketika Bukhari datang ke kota tersebut pun, ia tidak segan untuk datang ke tempatnya dan menimba banyak hadist darinya serta mengikuti jejaknya. Ketika terjadi ketegangan antara Bukhari dengan az--Zuhali, dia memihak Bukhari. Sehingga hubungannya dengan az-Zuhali menjadi putus. Dalam kitab syahihnya maupun kitab lainnya, Muslim tidak memasukkan hadits yang diterima dari az-DZahili, meskipun dia adalah guru Muslim. Dan dia pun tidak memasukkan hadits yang diterima dari Bukhari, padahal dia juga sebagai gurunya. Bagi Muslim, lebih baik tidak memasukkan hadits yang diterimanya dari dua gurunya itu. Tetapi dia tetap mengakui mereka sebagai gurunya.[6]

3.      Guru-gurunya
Selain guru-guru yang telah disebutkan diatas, masih banyak guru beliau, misalnya Usman dan Abu Bakar, keduanya adalah putra Abu Syaibah, Syaiban bin Farwakh, Abu Kami al-Juri, Zuhair bin Harb, ‘Amir al-Naqib, Harun bin Sa’id al-‘Ayli, Qutaibah bin Sa’id, Qatadah bin Sa’id, al-Qa’nabi, Ismail bin Abi Uwais, Muhammad bin Musanna, Muhammad bin Yassar, Muhammad bin Rumhi dan lain-lain.

4.      Murid-muridnya
Kegigihan dan keuletan Imam Muslim dalam mencari hadist, mengundang para ulama untuk meriwayatkan hadist darinya, bahkan diantaranya terdapat ulama-ulama besar yang sederajat dengannya atau kawan seangkatannya. Para ulama besar yang sederajat dengan beliau dan para hafiz yang banyak berguru kepadanya misalnya Abu Hatim al-Razi, Musa bin Harun, Ahmad bin Salamah, Yahya bin Sa’id, Abu Bakar bin Khuzaimah dan lain-lain. diantara sekian banyak muridnya, yang paling menonjol adalah Ibrahim bin Muhammad bin Sufyan, seorang ahli fikih dan zahid, yang merupakan periwayat utama dalam Shahih Muslim.[7]
Banyak pula ahli hadist kenamaan yang semasa dengan Imam Muslim meriwayatkan hadist darinya. Di antaranya ialah Imam al-Hafiz Abu Isa Muhammad ibnu Isa Ibn Surah at-Turmuzi (209-279 H), yang mengarang kitab hadist al-Jami’ as-Shahih, dan Abu Hatim ar-Razi.[8]

5.      Kitab-kitabnya
Imam Muslim—semasa hidupnya—telah banyak menyusun karya-karya yang sangat fantastik di dunia Islam sampai saat ini. Diantara kitab-kitab yang pernah ia susun adalah (1) Al-Jami’ al-Shahih (yang lebih akrab disebut dengan Shahih Muslim), (2) Al-Musnad al-Kabir ‘ala al-Rijal, (3) Al-Jami l-Kabir, (4) al-Asma’ wa al-Kuna, (5) al-‘Ilal , (6) Ahwan al-Muhaddisin, (7) At-Tamyin, (8) Man Laisa Lahu Illa Rawin Wahid, (9) Al-Tabaqah al-Tabi’in, (10) Al-Mukhadramin, (11) Awlad as-Shahabah, (12) Intifa’ bi Uhud (Julud) al-Siba’, (13) Al-Aqran, (14) Shualatihi Ahmad bin Hambal, (15) Al-Afrad wa al-Wihdan, (16) Masyaikh Syu’bah, (17) Masyaikh Syu’bah, (18) Masyaikh Malik, (19) Al-Tabaqat, (20) Afrad al-Syamiyin, (21) Al-Wuhdan, (22) Al-Shahih al-Musnad, (23) Hadist ‘Amr bin Syu’bah, (24) Rijal ‘Urwah,  dan (25) al-Tarikh.
Karya-karya yang ada diatas sebagiannya ada yang telah dipublikasikan (tersusun dalam kitab) dan ada pula yang masih menjadi manuskrip-manuskrip yang tersebar di berbagai perpustakaan baik perpustakaan islam maupun nonislam. Jumhur ulama hadist berpendapat bahwa kitab al-Jami’ al-Shahih merupakan karya terbaik Imam Muslim.

6.      Wafatnya
Imam Muslim wafat pada hari Ahad sore, dalam usia 55 tahun, yang diduga meninggalnya setelah terlalu banyak berpikir. Jenazahnya dimakamkan esok harinya, senin 25 Rajab 261 H=875 M di kampung Nash Abad, salah satu daerah di luar Naisabur.[9] Ada yang mengatakan bahwa ia wafat pada pagi hari setelah semalam penuh berusaha mencari teks sebuah hadis yang dipertanyakan orang kepadanya. Sekalipun pada akhirnya teks hadis dimaksud dapat dijumpai dari kumpulan naskah hadis milik beliau pada esok hari, namun saat itu ajalpun menjemput beliau.

b.    Tela’ah kitab shahih muslim
1.      Latar belakang penulisan Shahih Muslim
Imam Muslim hidup pada masa Daulah Abbasiyah yang pusat kekuasaannya di kota Baghdad, yaitu pada masa Khalifah al-Mutawakkil (232 H=847 M).[10] Pada masa ini keadaan politik dan militer mulai mengalami kemerosotan, hal ini disebabkan oleh munculnya berbagai macam kelompok dan gerakan-gerakan. Tak jarang dari mereka sengaja melandaskan kepentingannya dengan beralaskan atas dasar Hadis. Demikian juga telah muncul gerakan-gerakan politik yang berselimut agama, sebagai kelanjutan dari masa sebelumnya, baik yang mendukung pemerintah maupun yang melakukan oposisi, yaitu syiah, khawarij, mu’tazilah dan ahlu sunnah. Namun ilmu pegetahuan mengalami kemajuan yang pesat. Hal ini disebabkan karena penghargaan yang tinggi diberikan kepada para ulama dan para pujangga.
Pada periode ini, bahkan sejak abad ke-2 hijriah, telah lahir para mujtahid di bidang ilmu fiqih dan ilmu kalam. Namun, pada abad ke-3 hijriah terjadinya bentrokan besar-besaran yang disebabkan oleh sifat kefanatikan yang berlebihan terhadap imam mazhab, baik antara golongan atau mazhab fiqih maupun antar mazhab ilmu kalam. Terlebih lagi ketika itu khalifah dipimpin oleh al-Makmun (w. 218 H=833 M) yang notabennya mendukung pemikiran kaum muktazilah, khususnya tentang kemakhlukan al-Qur’an, sehingga menyebabkan ulama hadits harus bekerja keras demi memurnikan aqidah islam. Barulah pada masa Khalifah al-Mutawakil, ulama hadits mulai mendapatkan angin segar yang menyenangkan, sebab khalifah ini memiliki kepedulian yang tinggi kepada as-Sunnah.
Sebagaimana yang telah diketahui bahwa pada masa Daulah Abbasiyah, hadits-hadits nabi semakin tersebar luas ke berbagai wilayah. Ini  tentu saja membuka peluang terjadinya pemalsuan hadits. Dari sinilah tergerak hati Imam Muslim untuk belajar hadits, mencari hadits, menyeleksi dan mengodifikasikannya.
Ada dua alasan pokok yang memotifasinya untuk menyusun kitab Shahih Muslim, yaitu: 1) karena pada masanya sangat sulit mencari referensi koleksi hadits yang memuat hadits-hadits shahih secara komperehensif dan sistematis, dan 2) karena pada masanya terdapat kaum Zindiq yang selalu berusaha membuat dan menyebarkan hadits-hadits palsu serta mencampuradukkan antara hadits shahih dan yang tidak.

2.      Kitab Shahih Muslim
Kitab ini berjudul المسند الصحيح المختصر من السنن بنقل العدل عن العدل عن رسول الله صلى الله عليه وسلم  al-Musnad as-Shahih al-Mukhtasar min al-Sunan bi an-Naql al-‘Adl ‘an al-‘Adl ‘an Rasul Allah saw”. Namun menurut Abu Amr Ibn Shalah judul kitabnya secara lengkap adalah “ Ash-Shahih al-Mujarrad al-Musnad Ila Rasulullah saw.[11]  kitab ini dikalangan masyarakat lebih dikenal dengan “ al-Jami’ al-Shahih atau Shahi Muslim”.
Imam Muslim menyusun kitab ini memakan waktu selama 15 tahun. Dalam proses penggarapannya, beliau menyeleksi ribuan hadits baik dari hafalan maupun catatannya.[12] Adapun jumlah hadits yang ada di kitab tersebut, para ulama berbeda pendapat. Menurut Ahamad bin Salamah, salah seorang sahabat Imam Muslim sekaligus sebagai penulis naskah kitab ini menyatakan bahwa dalam Shahih Muslim memuat 12.000 hadits. Sementara yang lainnya menyatakan berjumlah 7.275 hadits. Dr. Ajjaj al-Khatib menyatakan bahwa jumlah hadits dalam shahih muslim dengan tidak termasuk yang diulang-ulang (ghair muqarrar) ada 3.030 hadits, sedangkan jumlah seluruhnya termasuk yang diulang-ulang Atau yang melalui sanad yang berbeda-beda memuat sekitar 10.000 hadits.

3.      Sitematika Shahih Muslim
Kitab Shahih Muslim diawali dengan mukaddimah, setelah mukaddimah Imam Muslim mengelompokkan hadis-hadis yang satu tema pada tempat tertentu. Tetapi perlu diketahui bahwa ia tidak membuat nama bab dan  subbab dalam kitabnya secara  kongkret, sebagaimana yang telah didapati pada sebagian naskah yang sudah dicetak. Nama-nama bab dan subbab tidak dibuat oleh Imam Muslim sendiri, tetapi dibuat oleh para pengulas kitab ini pada masa-masa berikutya. Di antara komentator yang dinilai terbaik dalam membuat kreasi bab dan sistematika bab-bab kitab Shahih Muslim adalah Imam Nawawi dalam kitab Syarah Shahih Muslim.
Untuk mengetahui isi dan sistematika Shahih Muslim secara rinci, di bawah ini dikemukakan susunannya,[13] yaitu:
No.
Nama Kitab
Jumlah
Bab
Hadis
-
مقدمة
74
-
1.
الايمان
96
280
2.
الطهارة
34
111
3.
الحيض
33
126
4.
الصلاة
52
285
5.
المساجد و مواضع الصلاة
56
316
6.
صلاة ت المسافربن وقصرها
56
312
7.
الجمعة
19
73
8.
العيدين
5
22
9.
الاستسقاء
5
17
10.
الكسوف
5
29
11.
الجناءز
37
108
12.
الزكاة
56
177
13.
الصيام
40
222
14.
الاعتكاف
4
10
15.
الحج
97
522
16.
النكاح
24
110
17.
الرضاع
19
32
18.
الطلاق
9
134
19.
اللعان
1
20
20.
العتق
7
26
21.
البيوع
21
123
22.
المساقة
31
143
23.
الفراءض
5
21
24.
الهبات
4
32
25.
الوصية
6
22
26.
النذر
5
13
27.
الايمان
13
59
28.
القسامة والمحاربين والديات
11
29
29.
الحدود
11
46
30.
الاقضية
11
21
31.
اللقطة
6
19
32.
الجهاد والسير
51
150
33.
الامارة
56
185
34.
الصيد والذباءح وما يؤكل من الحيوان
12
60
35.
الاضاحي
8
45
36.
الاشربة
35
188
37.
اللباس
35
127
38.
الادب
10
45
39.
السلام
41
155
40.
الفاظ من الادب وغيرها
5
21
41.
الشعر
2
10
42.
الرؤيا
5
23
43.
الفضاءل
36
174
44.
رضى الله عنهم فضاءل الصحابة
60
232
45.
البر والصلة والاداب
51
166
46.
القدر
8
34
47.
العلم
6
16
48.
الذكر والدعاء والتوبة والاستغفار
27
101
49.
التوبة
11
60
50.
احكامهم صفات المنافقين
1
83
51.
الجنة وصفة نفسها واهلها
40
84
52.
الفتن واشراط الساعة
28
143
53.
الزهد والرقاءق
20
75
54.
التفسير
8

Dari sistematika di atas, terlihat bahwa imam Muslim menyusun sistematika kitab ini seperti model kitab sunan. Artinya, hampir semua kitab, bab, dan subbab dalam kitab ini diwarnai corak fiqh,dengan tanpa menafikan hadis-hadis non fiqh. Hal ini bisa dimaklumi, mengingat pada masa tesebut fiqh berkembang sangat pesat. Banyak sekali ulama fikh yang mencuat ke permukaan dan menyebarkan mazhabnya. Fiqh menjadi primadona keilmuan. Bahkan bisa disebut sebagai induk pengetahuan, sehingga banyak sekali disiplin ilmu keislaman yang terpengaruh olehnya.
4.      Metode penulisan shahih muslim
Imam Muslim dalam menyusun kitabnya menggunakan metode yang sistematis. beliau menghimpun matan-matan hadits yang sama atau satu tema lengkap dengan sanad-sanadnya pada suatu tempat, tidak memotong atau memisah-misahkannya dalam beberapa bab yang berbeda, serta tidak mengulang-ulang penyebutan hadits kecuali dalam jumlah sedikit karena adanya kepentingan mendesak yang menghendaki adanya pengulangan, seperti untuk menambah manfaat pada sanad atau matan hadits.
Imam Muslim juga menggunakan kata-kata atau lafal-lafal dalam proses periwayatan secara cermat. Apabila ada seorang periwayat berbeda dengan periwayat lainnya dalam menggunakan redaksi yang berbeda padahal makna dan tujuannya sama, maka dia pun menjelaskannya. Demikian juga bila seorang periwayat meriwayatkan hadits dengan kata حدثنا (ia menceritakan kepada kami), dan periwayat lainnya dengan kata  اخبرنا(ia mengabarkan kepada kaami), maka perbedaan lafaz ini pun dijelaskannya. Begitu juga, bila sebuah hadits diriwayatkan oleh orang banyak dan dalam periwayatannya terdapat perbedaan lafal, beliaupun menerangkannnya bahwa lafal yang disebutkannya itu berasal dari riwayat si fulan, beliau akan menyatakannya dengan واللفظ لفلان.
Imam Muslim tidak menjelaskan syarat tertentu secara eksplisit dalam memasukkan hadits-hadits ke dalam kitab shahihnya. Akan tetapi para ulama telah meneliti syarat-syratnya itu melalui observasi terhadap kitabnnya. Kesimpulan penelitian mereka, menyatakan bahwa syarat yang digunakan oleh Imam Muslim dalam kitab shahihnya yaitu:
1.      Hanya meriwayatkan hadits dari para periwayat yang adil dan dhabit (kuat hafalan dan daya ingatnya), dapat dipertanggung-jawabkan kredibitasnya  serta amanah
2.      Hanya meriwayatkan hadits-hadits yang musnad (lemngakap sanad-sanadnya), muttasil (tersambung sanadnya) dan marfu’ (disandarkan kepada nabi saw). Ini terbukti dengan tidak adanya qaul sahabat, apalagi tabi’in.
Tata letak dalam menyajikan hadis senantiasa diawali dengan hadis berkuaalitas tershahih, disusul kemudian dengan hadis shahih  dan urutan terakhir diperuntukkan hadis yang diunggulkan  sebagai shahih. Hadis-hadis dengan alokasi terakhir itulah kemungkinan sebagai hadis hasan. Pengantar sanad (sighatut-tahdis) maupun redaksi matan hadis-hadis  koleksi  Shahih Muslim menjunjung tinggi tehnik riwayah bil-lafdzi, yakni cara pengungkapan seluruh  batang tubuh hadis  dengan mempertahankan keaslian redaksinya. Pemuatan setiap hadis  dalam Shahih Muslim  selalu diwarnai oleh penyajian informasi matan  selengkapnya,  tuntas dan utuh.
Ia sangat berhati-hati dalam memilih atau menyeleksi hadist. Ia senantiasa berdasarkan pada argumen yang jelas. Beliau pernah menuturkan : “ Aku tidak mencantumkan satu hadist pun ke dalam kitabku ini melainkan ada alasannya, dan aku tidak menggugurkan satu hadist pun melainkan karena ada alasannya”.
5.      Pandangan dan kritikan terhadap Shahih Muslim
Menurut para ulama hadis, kitab shahih muslim memilki banyak kelebihan di antaranya adalah:
  1. Susunan isinya sangat tertib dan sistematis;
  2. Pemilihan redaksi (matan) hadisnya sangat teliti dan cermat;
  3. Seleksi dan akumulasi sanadnya sangat teliti, tidak tertukar-tukar, serta tidak lebih dan tidak kurang;
  4. Menempatkan hadis ke dalam tema tertentu dengan baik, sehingga sedikit sekali terjadinya pengulangan hadis.[15]
Hadis-hadis yang ada dalam koleksi Shahih Muslim diakui sebagai pemegang dominasi “shahihain” bersama hadis-hadis koleksi al-Jami’ al-Bukhari. Kitab Shahih Muslim  dalam  jajaran Kutubus Sittah berada pada peringkat kedua setelah al-Jami’ al-Bukhari. Selama ini hanyaHusein bin Ali Ali al-Naisaburi dan Muhammad bin Hazm (Mazhab Dhohiri) yang bersikap mengunggulkan Shahih Muslim diatas al-Jami’ al-Bukhari.
Jika dikaji ulang dengan cermat pengakuan mayoritas Muhadditsin cenderung obyektif dan benar, terbukti oleh data penguat kelebihan al-Jami’ al-Bukhari sebagai berikut :
1.      Imam al-Bukhari mensyaratkan unsur subut al-Liqa’i (pertemuan antara guru dan murid) di samping unsur mu’asarah (semasa), dan juga unsur penunjang berupa jarak domisili perawi dengan syaikh hadis nara sumbernya, akan tetapi Imam Muslim cukup mengandalkan segi mu’asarah saja.
2.      Rijalul-hadis pendukung hadis-hadis koleksi al-Jami’ al-Bukhari yang disorot oleh kalangan ahlut jarhl wa ta’dil (kritikus hadis) relatif jumlahnya kecil, yakni sekitar 80 orang, dan jumlah hadis mereka sangat minim dalam koleksi al-Bukhari. Adapun Rijalul-hadis yang hadisnya termuat dalam Shahih Mulsim mencapi 160 orang yang disoroti kepribadiannya oleh ahlut jarh wat ta’dil, lagi pula kualitas riwayat mereka relatif banyak dalam Shahih Muslim.
3.      Tuduhan adanya hadis syadz dan ber-’illat dalam al-Jami’ al-Bukhari melibatkan 78 hadis, sedangkan hadis dengan tuduhan serupa dalam Shahih Muslim mencapai 13.0130 hadis, termasuk di dalamnya informasi israilliyat dari Ka’bul-Akhbar yang sebenarnya mauquf pada Abu Hurairah.
4.      Secara umum kadar ilmiah Imam al Bukhari tentang illat hadis dan ilmu penunjang spesialisasi hadis jauh lebih unggul. Bukanlah Imam Muslim lebih dikenal sebagai murid bimbingan Imam al-Bukhari dan diketahui banyak mengambil teori-teori hadis sang guru.
Walaupun dari penjelasan diatas dapat dipahami bahwa kitab Shahih Bukhari lebih unggul dari kitab Shahih Muslim, akan tetapi jika ditinjau dari sisi lain, maka akan ditemukan kelebihan-kelebihan yang ada pada Shahih Muslim yang tidak ada pada Shahih Bukhari, diantaranya :
1.      Redaksi haditsnya sebagian besar diriwayatkan secara bi al-lafz (maksudnya dengan lafal sama dengan yang disampaikan oleh Nabi). Sebaliknya redaksi Bukhari sebagian besar disampaikan secara bi al-ma’na (menyampaikan isi atau makna dari yang disabdakan Nabi). Itulah sebabnya jika terjadi perbedaan kalimat antara hadits Bukhari dan Muslim, sebagian besar para ulama lebih memilih redaksi yang digunakan oleh Muslim.
2.      Susunan Shahih Muslim lebih sistematis, karena hadits-haditsnya dihimpun berdasarkan bab-bab yang ada dalam kitab fikih seperti akidah, hukum, kemasyarakatan dan ibadah. Dengan demikian seseorang yang ingin meneliti hadits lebih mudah menelusurinya dalam Shahih Muslim.
3.      Kebanyakan hadistnya menyebutkan seluruh perawi dari hadist tersebut, walaupun ada beberapa hadist yang tidak disebutkan perawinya secara keseluruhan. Akan tetapi jika dibandingkan dengan Imam Bukhari, maka Imam Muslim lebih banyak menyebutkan perawinya secara keseluruhan.
Terlepas dari itu semua, para ulama sangatlah mengapresiasi keberanian dan kegigihan Imam Muslim dalam menyusun kitab Shahih Muslimnya. Imam nawawi yang hidup pada abad ke-7 H dalam kitabnya Tahzib al-Asma’ wa al-Lugat berkomentar bahwa kitab al-Jami’ as-Shahih karangan Imam Muslim tersebut adalah kitab hadist terbaik pada masanya dari segi sistematikanya, walaupun dari segi tingkatan keshahihannya menduduki tingkatan kedua setelah Imam Bukhari.[16] Al--Khatib al-Bagdadi meriwayatkan dari Ahmad bin Salamah, katanya “Saya melihat Abu Zur'ah dan Abu Hatim selalu mengutamakan Muslim bin al-Hajjaj dari pada guru- guru hadits lainnya. Ishak bin Mansur al-Kausaj berkata kepada Muslim: “Kami tidak akan kehilangan kebaikan selama Allah menetapkan engkau bagi kaum muslimin.” Ishak bin Rahawaih juga pernah mengatakan: “Adakah orang lain seperti Muslim?". Ibnu Abi Hatim mengatakan: "Muslim adalah penghafal hadits. Saya menulis hadits dari dia di Ray." Abu Quraisy berkata: "Di dunia ini, orang yang benar- benar ahli hadits hanya empat orang. Di antaranya adalah Muslim." Maksudnya, ahli hadits terkemuka di masa Abu Quraisy. Sebab ahli hadits itu cukup banyak jumlahnya.
Dalam kitab ini terekam beberapa hadis yang menjadi sasaran kritik, meskipun jumlahnya sangat minim. Menurut suatu penelitian salah satu hadis dalam kitab sahih muslim adalah maqlub (terbalik). Misalnya hadist yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah:
 حَدَّثَنِي زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ وَمُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى جَمِيعًا عَنْ يَحْيَى الْقَطَّانِ قَالَ زُهَيْرٌ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ أَخْبَرَنِي خُبَيْبُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ حَفْصِ بْنِ عَاصِمٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمْ اللَّهُ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ الْإِمَامُ الْعَادِلُ وَشَابٌّ نَشَأَ بِعِبَادَةِ اللَّهِ وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ فِي الْمَسَاجِدِ وَرَجُلَانِ تَحَابَّا فِي اللَّهِ اجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ وَرَجُلٌ دَعَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ فَقَالَ إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ بِصَدَقَةٍ فَأَخْفَاهَا حَتَّى لَا تَعْلَمَ يَمِينُهُ مَا تُنْفِقُ شِمَالُهُ وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللَّهَ خَالِيًا فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ[17]

Adapun teks yang bergaris bawah diatas artinya ”…….seseorang yang menyedekahkan sesuatu dengan cara bersembunyi-sembunyi, sehingga tangan kanannya seolah tidak mengetahui apa yang diinfakkan oleh tangan kirinya”.
 Hal ini sangat rancu dan keluar dari kebiasaan. Pada kebiasaannya bahwa  yang biasa memberikan sedekah atau yang biasa berbuat baik adalah  tangan kanan, sebagaimana yang telah diajarkan oleh Rasulullah. Jadi pada kesimpulannya, tentang adanya keterbalikan redaksi ini sangat terlihat ketika merujuk pada referensi yang lebih sahih. Misalnya pada sahih Bukari, redaksi yang tersaji adalah:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ بُنْدَارٌ قَالَ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنِي خُبَيْبُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ حَفْصِ بْنِ عَاصِمٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمْ اللَّهُ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ الْإِمَامُ الْعَادِلُ وَشَابٌّ نَشَأَ فِي عِبَادَةِ رَبِّهِ وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ فِي الْمَسَاجِدِ وَرَجُلَانِ تَحَابَّا فِي اللَّهِ اجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ وَرَجُلٌ طَلَبَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ فَقَالَ إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ أَخْفَى حَتَّى لَا تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِينُهُ وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللَّهَ خَالِيًا فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ[18]

Adapun yang bergaris bawah diatas artinya “………..sehingga tangan kirinya seolah tidak menetahui apa yang diinfakkan oleh tangan kanannya”. Menurut logika dan etika, redaksi hadis yang kedualah lebih tepat. [19]
Adapun kritik yang berkaitan dengan sanadnya, ad-Daruqutni menyatakan bahwa dalam kitab ini terdapat 132 buah hadis yang musnad-dha’if , namun tidak sampai maudu, dan mungkar. Selain itu, adapula yang melontarkan kritikan bahwa dalam kitab ini terdapat tiga buah hadis yang mu’allaq, yaitu dalam bab tayamum, kitab sl-hudud, dan al-buyu’. Namun setelah diteliti ternyata Imam Muslim meriwayatkan hadis-hadis tersebut di tempat yang lain secara bersambung (muttasil), dan menyebutkan periwayat yang meriwayatkannya.[20] Jika dicermati ternyata hadis-hadis yang dianggap mu’allaq dan munqati’semuanya itu muttasil. Ke-muttasillan itu terkadang dapat diketahui pada kitab (bagian) atau bab lain pada sahih muslim itu sendiri, dan terkadang pada kitab koleksi hadis lainnya. Tujuan ia me-mu’allaq-kan dan me-munqati’-kan beberapa hadist adalah untuk meringkas. Imam Abu Amr al-Shalih menyatakan bahwa pemutusan sanad ditempuh hanya sebagai metode agar lebih efisien. Sementara itu, terkait dengan penilaian adanya hadist da’if, Imam Nawawi menjelaskan bahwa adanya hadist da’if dikarenakan adanya perbedaan pandangan . Sedangkan mengenai pemakaian hadist da’if digunakan hanya sebagai data sekunder saja, bukan sebagai data primer.
6.      Kitab-Kitab Ulasan, Ringkasan dan Indek Shahih Muslim
Karya Imam Muslim (Shahih Muslim) mendapat penghargaan yang luar biasa dari para ulama. Ini terbukti dari banyak kitab-kitab Ulasa (Syarah) Shahih Muslim. Diantara kitab-kitab syarah itu adalah kitab :
1.      Al-Mu’allim bi Fawa’idi Kitabi Muslim, karya Imam Abu Abdullah Muhammad bin Ali al-Maziri (w. 536 H=1141 M). Kitab ini masih berupa manuskrip yang tersimpan di Dar al-Kutub al-Misriyyah.
2.      Ikmal al-Mu’allim fi Syarhi Sahih Muslim, karya Imam Qadi ‘Iyad bin Musa al-Yahsabi al-Maliki (w. 544 H=1149 M). Kitab ini sama seperti kitab yang pertama diatas, masih berupa manuskrip.
3.      Al-Minhaj fi Syarh Sahih Muslim bin al-Hajjaj, karya Imam al-Hafiz Abu Zakaria Muhyiddin bin Syaraf al-Nawawi asy-Syafi’i (w. 676 H=1244 M), yang lebih terkenal dengan nama Imam Nawawi.
4.      Ikmalu Ikmal al-Mu’allim, karya Imam Abu Abdullah Muhammad bin Khalifah al-Wasyasyani al-Maliki (w. 837 H=1433 M).
5.      Syarah, karya Imam Abu ‘Abdullah Muhammad bin Muhammad bin Yusuf al-Sanusi al-Hasani (w. 895 H= 1490 M)

Sedangkan kitab-kitab ringkasan Shahih Muslim, antara lain:
1.      Mukhtasar karya Syaikh Abu ‘Abdullah Syarafuddin Muhammad bin ‘Abdullah al-Mursi (w. 656 H=1226 M)
2.      Mukhtasar karya Syaikh Imam Ahmad bin Umar bin Ibrahim al-Qurtubi.

Adapun kitab-kitab indek sebagai pedoman untuk memudahkan mencari hadis-hadis dalam kitab Shahih Muslim antara lain:
1.      Miftah Sahih Muslim karya Syaikh Muhammad Syarif bin Mustafa al-Tuqadi, seorang ulama dari Asanah. Kitab ini selesai ditulis 1312 H=1894 M. Hadis-hadisnya berdasarkan huruf hijaiyah.
2.      Indek karya Syaikh Muhammad Fuad ‘Abd al-Baqi. Kitab ini disusun dengan sangat teliti dan model susunannya pun komprehensif.

KESIMPULAN
Imam Muslim bernama lengkap Abu al-Husain Muslim bin al-Hajjaj bin Muslim bin Ward bin Kausyadz Al-Qusyairi An-Naisaburi. Ia bergelar Hujjatul Islam Abu Husain. Ia dilahirkan pada tahun 204 H. Ia terkenal sebagai seorang hadist terkemuka dan seorang alim yang ternama. Ada dua alasan pokok yang memotifasinya untuk menyusun kitab Shahih Muslim, yaitu: 1) karena pada masanya sangat sulit mencari referensi koleksi hadits yang memuat hadits-hadits shahih secara komperehensif dan sistematis, dan 2) karena pada masanya terdapat kaum Zindiq yang selalu berusaha membuat dan menyebarkan hadits-hadits palsu serta mencampuradukkan antara hadits shahih dan yang tidak.
Imam Muslim menyusun sistematika kitab Shahih Muslim seperti model kitab sunan. Artinya, hampir semua kitab, bab, dan subbab dalam kitab ini diwarnai corak fiqh,dengan tanpa menafikan hadis-hadis non fiqh. Hal ini bisa dimaklumi, mengingat pada masa tesebut fiqh berkembang sangat pesat. Dalam kitabnya tersebut, ia menghimpun matan-matan hadits yang sama atau satu tema lengkap dengan sanad-sanadnya pada suatu tempat, tidak memotong atau memisah-misahkannya dalam beberapa bab yang berbeda, serta tidak mengulang-ulang penyebutan hadits kecuali dalam jumlah sedikit.
Kitab shahih Muslim merupakan kitab yang paling fenomenal setelah Shahih Bukhari. Ini terbukti bahwa kitab Shahih Muslim masih dijadikan acuan dan kitab rujukan bagi orang-orang yang ingin mengenal jauh hal-ihwal hadis Rasulullah saw. Para ulama juga sangat mengapresiasikan kitab ini.






DAFTAR PUSTAKA

An-Nawawi, Imam. Syarah Shahih Muslim.terj. Wawan Djunaedi Soffandi. Jakarta: Pustaka Azzam. 2010.
Bahreisj, Hussein. Himpunan hadits Shahih Muslim. Surabaya : al-Ikhlas. 1987.
Bukhari, Imam. Shahih Bukhari. Software Maktabah Syamilah : Pustaka Ridwan. 2009.
Dzulmani. Mengenal Kitab-kitab Hadis. Yogyakarta : Insan Madani. 2008.
http://nippontori.multiply.com/reviews/item/9, Biografi Imam Muslim, diakses pada tanggal 4 oktober 2011.
Jumantoro, Totok. Kamus Ilmu Hadis. Jakarta : PT Bumi Aksara. 2002.
Muslim, Imam. Shahih Muslim. Software Maktabah Syamilah : Pustaka Ridwan. 2009.
Nasution, harun (dkk). Ensiklopedi Islam Indonesia. Jakarta : Djambatan. 1992.
Nurhaedi, Dadi (dkk). Studi Kitab Hadis. Yogyakarta : Teras Press. 2003.
www.pejuangislam.com, Imam Muslim bin Hajaj dan Kitab Shahihnya, diakses pada tanggal 4 oktober 2011.
Zahwa, Muhammad Muhammad Abu. Al-Hadis wal Muhaddistun. Kairo : al-Maktabah al-Taufiqiyah. 1946.





[1] Imam An-Nawawi, Syarah Shahih Muslim, terj. Wawan Djunaedi Soffandi, (Jakarta : Pustaka Azzam, 2010) hlm. 8.
[2] Muhammad Muhammad Abu Zahw, al-Hadist wal-Muhaddistun, (Kairo : Al-maktabah al-Taufiqiyah, 1946) hlm. 356.
[3] Al-Zahabi dalam al-‘Ibar .juz II.halm 231 sebagaiman dikutip oleh Muhammad Mustafa Azami (selanjutnya  ditulis dengan Azami). Studies in Hadith methodology and Literature. Indiana:American Trust Publiction,1997. Halm 94. Kemudian dikutip kembali oleh Dadi Nurhaedi (dkk), Studi Kitab Hadis.Teras Press, Yoyakarta 2003. Halm 61
[4] Dalam kitab Syarah Shahih Muslim, Imam Nawawi menyebutkan bahwa ia belajar hadist pada usia 18 tahun.
[5] Dadi Nurhaedi (dkk), Studi Kitab Hadist, hlm. 59.
[6] http://nippontori.multiply.com/reviews/item/9, Biografi Imam Muslim, diakses pada tanggal 4 oktober 2011.
[7] Dadi Nurhaedi (dkk), Studi Kitab Hadist, hlm. 60.
[8] Prof. Dr. H. Harun Nasution (dkk), Ensiklopedi Islam Indonesia, (Jakarta : Djambatan, 1992) hlm. 702.
[9] Dadi Nurhaedi (dkk), Studi Kitab Hadis, hlm. 62.
[10] Dadi Nurhaedi (dkk), Studi Kitab Hadis, hlm. 62.
[11] Drs. Totok Jumantoro, Kamus Ilmu Hadis, (jakarta : PT Bumi Aksara, 2002), hlm. 176.
[12] Informasi lain mengatakan bahwa kitab Shahih muslim merupakan hasil seleksi dari kurang lebih 300.000 hadits
[13] Dzulmani, Mengenal kitab-kitab Hadis,(Yogyakarta:Insan madani, 2008), hlm. 60
[14] Lihat CD-Rom Mausu’ah al-Hadis…, Al-Maktabah Al-Syamilah, dan Studi Kitab..., hal. 68-69.
[15] Dadi Nurhaedi (dkk), Studi Kitab Hadis, hlm. 73
[16] Prof. Dr. H. Harun Nasution (dkk), Ensiklopedi Islam Indonesia, hlm. 702.
[17] Imam Muslim, Shahih Muslim, (software Maktabah Syamilah : Pustaka Ridwan, 2009) juz. 5, hlm. 229, no. 1712.
[18] Imam Bukhari,  Shahih Bukhari, juz. 3, hlm. 51, no. 620.
[19] Dzulmani.Mengenal kitab-kitab Hadis. Hlm.  67
[20] Dadi Nurhaedi, Studi Kitab Hadi, Halm 77. Lebih lanjut, lihat Hasbi ash Shiddieqi. Pokok-pokok ilmu Dirayah Hadis jilid I. Jakarta:Bulan Bintang, 1987. Halm 237 

content top