content top

Rabu, 22 Februari 2012

Hukum Adzan


Oleh    : Nilda Hayati ( PBSB 2010)
editor  : Fairuz Kholili




Hadits Adzan
1.      Analisis Teks Hadis
            Dalam kitab Musnad bin Hanbal no. 15881 menceritakan bagaimana awal mula adanya seruan azan yang sampai sekarang ini kita gunakan sebagai tanda bahwa waktu shalat telah masuk dan menyeru seluruh umat Islam untuk segera ke mesjid untuk melaksanakan shalat berjama’ah.
حَدَّثَنَا يَعْقُوبُ قَالَ أَخْبَرَنَا أَبِي عَنِ ابْنِ إِسْحَاقَ قَالَ وَذَكَرَ مُحَمَّدُ بْنُ مُسْلِمٍ الزُّهْرِيُّ عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ زَيْدِ بْنِ عَبْدِ رَبِّهِ قَالَ لَمَّا أَجْمَعَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يَضْرِبَ بِالنَّاقُوسِ يَجْمَعُ لِلصَّلَاةِ النَّاسَ وَهُوَ لَهُ كَارِهٌ لِمُوَافَقَتِهِ النَّصَارَى طَافَ بِي مِنْ اللَّيْلِ طَائِفٌ وَأَنَا نَائِمٌ رَجُلٌ عَلَيْهِ ثَوْبَانِ أَخْضَرَانِ وَفِي يَدِهِ نَاقُوسٌ يَحْمِلُهُ قَالَ فَقُلْتُ لَهُ يَا عَبْدَ اللَّهِ أَتَبِيعُ النَّاقُوسَ قَالَ وَمَا تَصْنَعُ بِهِ قُلْتُ نَدْعُو بِهِ إِلَى الصَّلَاةِ قَالَ أَفَلَا أَدُلُّكَ عَلَى خَيْرٍ مِنْ ذَلِكَ قَالَ فَقُلْتُ بَلَى قَالَ تَقُولُ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ حَيَّ عَلَى الْفَلَاحِ حَيَّ عَلَى الْفَلَاحِ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ قَالَ ثُمَّ اسْتَأْخَرْتُ غَيْرَ بَعِيدٍ قَالَ ثُمَّ تَقُولُ إِذَا أَقَمْتَ الصَّلَاةَ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ حَيَّ عَلَى الْفَلَاحِ قَدْ قَامَتْ الصَّلَاةُ قَدْ قَامَتْ الصَّلَاةُ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ قَالَ فَلَمَّا أَصْبَحْتُ أَتَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَخْبَرْتُهُ بِمَا رَأَيْتُ قَالَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ هَذِهِ لَرُؤْيَا حَقٌّ إِنْ شَاءَ اللَّهُ ثُمَّ أَمَرَ بِالتَّأْذِينِ فَكَانَ بِلَالٌ مَوْلَى أَبِي بَكْرٍ يُؤَذِّنُ بِذَلِكَ وَيَدْعُو رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى الصَّلَاةِ قَالَ فَجَاءَهُ فَدَعَاهُ ذَاتَ غَدَاةٍ إِلَى الْفَجْرِ فَقِيلَ لَهُ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَائِمٌ قَالَ فَصَرَخَ بِلَالٌ بِأَعْلَى صَوْتِهِ الصَّلَاةُ خَيْرٌ مِنْ النَّوْمِ قَالَ سَعِيدُ بْنُ الْمُسَيَّبِ فَأُدْخِلَتْ هَذِهِ الْكَلِمَةُ فِي التَّأْذِينِ إِلَى صَلَاةِ الْفَجْرِ
Artinya:
Telah menceritakan kepada kami Ya’kub, dia berkata, telah menceritakan kepada kami ayahku dari ibn Ishaq berkata, dan Muhammad bin Muslim az-Zuhri dari Sa’id bin Musayyab dari Abdullah bin Zaid bin Abdi Rabbih berkata: “Tatkala Rasulullah Saw. bermaksud untuk memukul lonceng bermaksud hendak berkumpul untuk melaksanakan shalat untuk melaksanakan shalat berjama’ah sedangkan beliau tidak menyukai hal itu karena menyerupai perbuatan orang Nashrani, datanglah kepadaku (demikian kata Abdullah bin Zaid di malam hari sedang aku dalam tidur): “ Datang seorang laki-laki yang mengenakan dua helai pakaian yang berwarna hijau dan di tangan ada sebuah lonceng”. Lalu aku bertanya kepada orang itu: “Hai hamba Allah, apakah kamu menjual lonceng itu?” Dia menjawab: “Apa yang hendak engkau lakukan dengannya (lonceng).” Abdullah bin Zaid berkata: aku menjawab, “Kami hendak menyeru manusia dengan lonceng ini untuk melaksanakan shalat”. Orang itu berkata :”Apa tidak lebih baik aku tunjuki engkau yang lebih baik dari itu?”. Aku menjawab: “Baik sekali.”  Dia berkata: engkau ucapkan: “Allahu Akbar Allahu Akbar, Allahu  Akbar Allahu Akbar, asyhadu an la ilaha illa Allah, asyhadu an la ilaha illa Allah, asyhadu anna Muhammada rasululullah, asyhadu anna Muhammadar rasulullah, hayya ‘ala shalah, hayya ‘ala ash-shalah, hayya ‘ala  al- falah, hayya ‘ala al-falah, Allahu akbar , Allahu akbar, laa ilaaha illa Allah.”
Abdullah bin Zaid berkata: Kemudian aku mundur sedikit, dan dia berkata:  “Kemudian hendaklah engkau  ucapkan jika engkau hendak berdiri untuk shalat: “ Allahu akbar, Allahu akbar, asyhadu an laa ilaa illa Allah, asyhadu anna Muhammadar rasulullah, hayya ‘ala shalah, hayya ‘alal falah, qad qamatish shalah, qad qamati shalah, Allahu akbar, Allahu akabar, laa ilaha illa Allah.
Dia berkata: “Tatkala datang waktu shubuh aku menemui Rasulullah Saw. kemudian menceritakan apa yang saya lihat dalam mimpi saya dia berkata, Rasulullah Saw. bersabda sesungguhnya ini sungguh mimpi yang benar, insya Allah, kemudian Rasulullah Saw. menyuruh Bilal –maula Abu Bakar-  azan dengan kalimat demikian dan menyeru Rasulallah Saw. untuk melaksanakan shalat (menjadi imam).   
Abdullah bin Zaid berkata: “Pada suatu pagi Bilal pergi memanggil Rasulullah Saw. untuk shalat fajar (subuh) lalu seseorang mengatakan kepadanya bahwa Rasulullah Saw. masih tidur kemudian Bilal berseru dengan lantang mengumandangkan : “Ash-shalatu khairun minan naumi”.
Sa’id ibn Musayyab berkata: “Maka dimasukkanlah lafaz ini ke dalam lafaz azan shalat subuh.”
2.      Takhrijul Hadis
            Metode yang digunakan dalam takhrijul hadis menggunakan dua metode, yaitu:
1.        Metode Bahtsus Sharfi dengan menggunakan kata kunci (الناقوس) , hasil takhrij hadis tersebut
a.    Musnad Ahmad hadis no. 15881, 15882, اول مسند المدينيين اجمعين  كتاب (kitabul madiniyin ajma’in)              باب حديث عبدالله بن زيد بن عبدربه (bab hadis ‘Abdullah bin Zaid bin ‘abd Rabbih)
b.   Sunan ad-Darimy hadis no. 1163, كتاب الصلاة  (kitab shalat) باب في بدء الصلاة  (bab fi bad’i adzan)  
2.        Metode maudhu’i dengan menggunakan kata kunci الاذان (al-adzan), dan kami menemukan variasi matan, dalam sunan abu Daud hadis no. 421 dalam
كتاب الصلاة  (kitab ash-shalat) باب كيفية الاذان (bab kaifiyatul adzan).

Bahkan, dengan menggunakan dua metode ini, penulis banyak menemukan hadis yang setema namun dengan matan yang berbeda-beda, dalam beberapa hadis tersebut kita tidak menemukan lafal azan secara utuh namun, hadis tersebut menerangkan tata cara azan,
a.        Sahih Bukhari, no. 603, kitab Azan, bab Bad’il Azan.
b.        Sahih Muslim, no. 568, kitab Shalat, bab Bad;il Azan.
c.        Sunan Tirmizi , no. 175, kitab Shalat, bab Ma ja’a fi bad’i al-Azan
d.        Sunan An-Nasa’i, no. 622, kitab Azan, bab Bad’il Azan.
e.        Ibnu Majah, no. 698, kitab Azan wa Sunnah fihi, bab Bad’il Azan.
f.         Musnad Ahmad, no. 6072, Musnad al-Mukatsirin min ash-Shalat, Baqi Musnad as-Sabiq.

3.        Analisis Sanad

Untuk membuktikan kemaqbulan hadits di atas, penulis mencoba meneliti kualitas hadits di atas ditinjau dari segi perawi. Sanad yang penulis teliti adalah hadits dalam musnad Ahmad bin Hanbal no. 15881 dengan daftar perawi sebagai berikut:[1]

a.        Ya’kub bin Ibrahim
Nama                   : Ya’kub bin Ibrahim bin Sa’ad bin Ibrahim bin Abdurrahman bin ‘Auf
Tingkatan             : Ash-Sugra Minal Attiba’
Nasab                   : Az-Zuhri Al-Madani, kunyah: Abu Yusuf
Wafat                   : 208 H di Paletina
Guru                     : Ibrahim bin Sa’ad, Syuraik bin Abdullah bin abi Syuraik,     Shalih bin Kisan, Ashim bin Muhammad bin Zaid bin Abdullah bin Umar bin Khatab, Abdul Aziz bin Muthalib, dan lain-lain
Murid             : Abu Bakar bin Nadhr bin Abi Nadhr bin Hasyim, Ahmad bin  Sa’id bin  Ibrahim, dan lain-lain.
Ratabah                : Tsiqqah

b.        Ibrahim bin Sa’ad bin Ibrahim bin Abdurrahman bin Auf
Nama                   : Ibrahim bin Sa’ad bin Ibrahim bin Abdurrahman bin Auf
Tingkatan           : Tabi’in tengah
Nasab                 : Az-Zuhri al-Qurasyi, kunyah : Abu ishaq
Tempat menetap: Madinah
Wafat                  : 185 H
Guru                   : al-Husaini bin Zakwan, Zakaria bin Ishaq, Sa’ad bin Ibrahim bin Abd Rahman bin Auf, Muhammad bin Ishaq bin Yasar, dan lainnya.
Murid           : Ibrahim bin Hamzah bin Muhammad, Ahmad bin Abdullah bin Yunus bin Abdullah bin Qais, Ahmad bin Muhammad bin Ayyub, dan lain-lain.
Ratabah               : Tsiqqah Hujjah.

c.        Muhammad bin Ishaq bin Yassar
Nama                   : Muhammad bin Ishaq bin Yassar
Tingkata              : Tabi’in kecil
Nasab                 : al-Muthallibi, kunyah : Abu Bakar
Tempat menetap: Madinah
Wafat                  : 150 H di Baghdad
Guru              : Abban bin Shalih bin ‘Amir bin ‘Abid, Ibrahim bin Abdullah bin Hunain, Ibrahim bin ‘Uqbah bin Abi ‘Iyasy, Muhammad bin Muslim bin Ubaidillah bin Abdullah bin Syihab, dan lainnya.
Murid                 : Ibrahim bin Sa’ad bin Ibrahim bin Abdurrahman bin ‘Auf, Ahmad bin Khalid, dan lain-lain.
Ratabah               : Hasanil Hadis, Tsiqqah

d.        Muhammad bin Muslim bin Ubaidillah bin Abdullah bin Syihab
Nama                   : Muhammad bin Muslim bin Ubaidillah bin Abdullah bin Syihab
Tingkatan           : bukan termasuk tingkatan tabi’in
Nasab                  : al-Qurasyi az-Zuhri, kuniyah : Abu Bakar
Tempat menetap: Madinah
Wafat                  : 124 H
Guru                    : Ibrahim bin Abd Rahman bin Auf, Ibrahim bin Abd Rahman bin Abdullah bin Abu Rabi’ah, Ibrahim bin Abdullah bin Hunain, Sa’is bin Musayyab, dan lain-lain.
Murid                  : Abban bin Shalih bin ‘Umair bin ‘Ubaid, Ibrahim bin Ismail bin Mujma’ bin Yazid, Muhammad bin Ishaq, dan lain-lain.
Ratabah               : Muttafaq ‘ala Jalalihi wa Itqanihi.

e.        Said bin Musayyab bin Hazn bin Abi Wahab bin Amr
Nama                   : Said bin Musayyab bin Hazn bin Abi Wahab bin Amr
Tingkatan           : Tabi’in besar
Nasab                  :al-Makhzumi al-Qurasyi, kuniyah: Abu Muhammad
Tempat menetap dan wafat: Madinah, wafat: 93 H
Guru                    : Abdullah bin Zaid, Ubay bin Ka’ab Qais,Usamah bin Zaid    bin Haritsah bin Surahbil, dan lain-lain.
Murid                  : Muhammad bin Muslim, Ibrahim bin Amir bin Mas’ud, Ibrahim bin ‘Uqbah bin ‘Iyasy, Ibrahim bin Maisarah, dan lain-lain.
Ratabah               : salah satu ulama yang tsubut, ahli fiqh terkenal (ahadul        ulama al-atsbat al-Fuqaha al-Kibar).

f.         Abdullah bin Zaid bin Abd Rabbih bin Tsa’labah
Nama                   : Abdullah bin Zaid bin Abd Rabbih bin Tsa’labah
Tingkatan           : Sahabat
Nasab                  : al-Anshary al-Khazraji
Kuniyah              : Abu Muhammad
Tempat menetap: Medinah
Wafat                  : 32 H
Guru                    : Rasulullah Saw.
Murid            : Sa’id bin Musayyab bin Hazn bin Ali Wahab bin ‘Amr, Abdullah bin Muhammad bin Abdullah bin Zaid, Muhammad bin Abdullah bin Abdi Rabbih.
Ratabah               : Sahabat yang adil dan tsiqqah.

Jika kita perhatikan data-data dari biografi rawi hadits di atas dapat disimpulkan beberapa hal:
1.      Ketersambungan Sanad
            Melihat rentetan rawi-rawi di atas, dapat dipastikan semua rawi di atas pernah hidup semasa dan bertemu. Ini bisa dibuktikan ketika mencek nama-nama guru dari masing-masing rawi.
2.      Kualitas Rawi
            Mengenai penilaian kualitas rawi, penulis mengambil berkesimpulan bahwa semua kualitas rawi tsiqqah.
3.      Shighat al-Tahammul Wa al-Ada’
            Shighat al-Tahammul Wa al-Ada’ dari hadits pokok di atas adalah, haddatsana, dan ‘an’anah. Mayoritas ulama hadits menganggap shighat, haddatsana sebagai shigat yang menunjukkan ketersambungan sanad.

4.      Tahqiq Hadis

Hadis Abdullah bin Zaid ini diriwayatkan oleh Abu Daud, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, dan al-Baihaqi dari hadis Ya’kub bin Ibrahim. Diriwayatkan oleh at-Turmuzi dan Ibnu Majah dari hadis Ibnu Ishaq. Al-Hakim meriwayatkan dari jalan lain dari Sa’id ibn Musayyab dari Abdullah ibn Zaid. Kata al-Hakim: “Inilah riwayat yang paling baik mengenai kisah mimpi Abdullah ibn Zaid ini.”
            Dalam kitab Shahih dan Dha’if Sunan Abu Daud, berdasarkan Tahqiq Al-Bani, hadis Abdullah ibn Zaid, hadis ini hadis hasan shahih, menurut riwayat Ibn Ishaq dari Az-Zuhri hadis ini shahih, riwayat mu’ammar dan Yunus dari Az-Zuhri hadis ini shahih, akan  tetapi yang paling shahih mengenai pelafalan takbir empat kali.[2]
            Namun, kita tidak menemukan hadis ini dalam kitab Hadis Sahih Bukhari karena tidak sesuai dengan syaratnya.

5.      Analisis Linguistik
أَجْمَعَ رَسولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : Rasulullah bermaksud mengumpulkan para sahabat untuk                 melaksanakan shalat jama’ah.

 النَّاقُوسِ: Lonceng yang dipakai oleh kaum Nashrani

أَنَا نَائِمٌ   : Abdullah bin Zaid dalam keadaan tidur

 أَفَلَا أَدُلُّكَ عَلَى خَيْرٍ مِنْ ذَلِك  :  Apakah tidak lebih baik aku tunjuki engkau sesuatu yang lebih baik dari pada itu.

بِالتَّأْذِينِ :al-I’lam (pemberitahuan, maksudnya disini pemberitahuan bahwa waktu shalat telah masuk)

مَوْلَى    : Budak yang telah dimerdekakan oleh tuannya.

غَدَاةٍ إِلَى الْفَجْرِ   : Waktu subuh

  فَصَرَخَ بِلَالٌ بِأَعْلَى صَوْتِ : Berteriak dengan meninggikan suara, namun maksud Bilal melantang suara disini untuk mrmbangunkan Rasullah dan memberitahukan bahwa waktu shalat subuh telah masuk.

6.      Asbabul Wurud

     Sabab wurud hadis dapat kita lihat dalam hadis tersebut, yakni ketika Rasulullah hendak mengumpulkan para sahabat untuk shalat berjama’ah dengan menggunakan lonceng padahal cara tersebut tidak disukai Rasulullah karena cara tersebut sama dengan cara yang digunakan oleh orang Nashrani, kemudian datang Abdullah bin Zaid mengatakan bahwa dia bermimpi ada seseorang yang mengajari beliau mengenai kalimat yang baik untuk menyeru shalat, maka beliau membacakan kalimat azan tersebut.

7.      Syarah Hadis

   Azan disyari’atkan pada tahun pertama hijiriah. Alasan pensyari’atan ialah ketika para sahabat merasa kesulitan dalam mengetahui waktu shalat. Maka mereka bermusyawarah untuk memutuskan tanda masuknya waktu shalat.pada suatu hari,  Abdullah bin Zaid bermimpi yang berisi kalimat-kalimat azan. Lalu dikukuhkan oleh wahyu surat al-Maidah ayat 58:

#sŒÎ)ur öNçG÷ƒyŠ$tR n<Î) Ío4qn=¢Á9$# $ydräsƒªB$# #Yrâèd $Y6Ïès9ur 4 šÏ9ºsŒ óOßg¯Rr'Î/ ÓQöqs% žw tbqè=É)÷ètƒ ÇÎÑÈ  
58. dan apabila kamu menyeru (mereka) untuk (mengerjakan) sembahyang, mereka menjadikannya buah ejekan dan permainan. yang demikian itu adalah karena mereka benar-benar kaum yang tidak mau mempergunakan akal.

   Dalam hadis disebutkan bahwa Abdullah bermimpi bertemu dengan seorang yang berpakaian dua lapis berwarna hijau dan dia membawa lonceng, dalam mimpi tersebut terjadi percakapan antara laki-laki tersebut dengan Abdullah bin        Zaid. Kemudian laki-laki tersebut mengajari Abdullah bin Zaid kata-kata yang baik digunakan dalam menyeru kaum muslimin melakukan shalat.
   Kalimat yang diajarkan oleh laki-laki tersebut berupa lafal-lafal zikir khusus. Semua kalimat yang dijarkan itu berupa kata-kata yang padat dan ,mencakup berkenaan dengan akidah Islam.
   Pertama-tama adalah at-takbir, yaitu mengagungkan Allah Ta’ala sebanyak empat kali. Kemudian dilanjutkan dengan penetapan dalam mengesakan Allah ta’ala dan penetapan risalah untuk nabi Muhammad Saw. dengan dua kalimat syahadat yang dilafalkan masing-masing sebanyak dua kali. Dilanjutkan dengan seruan untuk melaksanakan shalat yang merupakan tiang penyangga Islam untuk keberuntungan dan kemenangan, yaitu untuk keuntungan dengan keabadian di dalam kenikmatan yang abadi. Kemudian ditutup dengan bertakbir kepada Allah Swt. dan mengagungkannya dan kalimat al-ikhlas (laa ilaaha illa Allah) yang merupakan zikir yang paling utama dan paling agung. Kalimat azan sebagai berikut:
اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ
 أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ
أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ
 حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ
 حَيَّ عَلَى الْفَلَاحِ حَيَّ عَلَى الْفَلَاحِ
 اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ
   Sedangkan kalimat iqamat, laki-laki tersebut mengajarkan dengan mengganjilkan bacaan azan serta menggenapkan bacaan qad qaamati ash-shalah.
 اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ حَيَّ         عَلَى الْفَلَاحِ قَدْ قَامَتْ الصَّلَاةُ قَدْ قَامَتْ الصَّلَاةُ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ.
   Kemudian Abdullah bin Zaid menceritakan mimpinya kepada Rasulullah Saw., Rasulullah menjawab:”Itu adalah mimpi yang benar”. kemudian Rasulullah menyuruh Bilal untuk mengumandangkan azan.
   Abdullah bin Zaid mengatakan bahwa suatu pagi Bilal memanggil Rasulullah untuk melaksanakan shalat subuh, akan tetapi Rasulullah masih tidur, kemudian Bilal menyeru dengan lantang: ash-shalatu khairun minan naumi. Maka membaca at-tatswib (ash-shalatu khairun minan naum) dijadikan kalimatbterakhir azan shubuh yang dibacakan sebanyak dua kali.
   Namun, menurut Imam Syafi’i, beliau tidak memandang sunnah membaca at-tatswib pada shalat subuh dan shalat lainnya, karena Abu Mahzhurah tidak meriwayatkannya dari nabi Muhammad Saw. bahwa beliau memerintahkan at-tatswib.[3]
Mengenai hukum mengumandangkan azan sebelum shalat terjadi perbedaan pendapat:
a.        Imam Hanafi

            Beliau berpendapat bahwa azan hukumnya sunat baik sebelum shalat wajib dan shalat jum’at. Menurut beliau sifat azan itu dimulai dengan Allahu Akbar Allahu Akbar sampai akhir dengan tidak men-tarji’- kan  syahadatain (menghaluskan bacaaan dua kalimat syahadat). Dan beliau mengatakan bahwa dalam shalat subuh dibaca ash-shalatu khairun minan naum setelah membaca hayya ‘alal falah dua kali. Bacaan iqamah seperti bacaan azan namun setelah hayya ‘alal falah kemudian dibaca qad qaamatishalah sebanyak dua kali. Pada waktu azan harus menghadap kiblat, dan tatkala sampai pada hayya ‘alal shalah dan hayya ‘alal shalah menggeleng ke kanan dan hayya ‘alal falah menggeleng ke kiri. Dalam menyerukan azan  dengan tenang sedangkan bersegera dalam mengumandangkan iqamah. Menurut beliau diharuskan azan dan iqamat dalam keadaan suci, jika seseorang azan  wudhu’ boleh hukumnya, akan tetapi makruh iqamat tanpa wudhu’ atau azan dalam keadaan junub, dan tidak diperbolehkan azan sebelum masuknya waktu shalat.[4]

b.        Imam Malik

            Hukum azan sunnat muakkad menurut Syafi’i dan Abu Hanifah, dikatakan juga fardhu kifayah. Dan juga dikatakan ada lima hukum dalam mengumandangkan azan: azan jum’at hukumnya wajib, azan shalat wajib di mesjid hukumnya sunat, haram hukumnya azan yang dikumandangkan oleh perempuan, namun Syafi’i membolehkan azan perempuan,dan  makruh azan yang dikumandangkan azan untuk shalat sunat dan shalat yang lalai, dan menurut Imam Ahmad serta Imam Abu Hanifah memperbolehkan azan untuk shalat yang lalai, dan boleh azan untuk shalat sendirian dan juga dikatakan sunat.
Tentang tata cara azan, terdapat empat pendapat:
1.   Azan di Madinah menurut pendapat Malik, menggandakan takbir, tarji’ kalimat syahadatain
2.   Azan di Mekah menurut Imam Syafi’i, membaca takbir sebanyak empat kali dan syahadatain.
3.   Azan di Kufah menurut Abu Hanifah, membaca takbir empat kali, dua kali membaca dua kalimat syahadat.
          Ketiga Imam di atas sepakat membaca hay’alataini sebanyak dua kali dan membaca takbir sesudahnya, dan membaca tahlil sebanyak satu kali.
4.   Azan di Bashrah menurut Hasan al-Bishri, membaca takbir sebanyak empat kali, membaca syahadatain dan hay’alatain sebanyak dua kali, sehinngga jumlah kalimat azan semuanya berjumlah 17 kali dan menambahkan pada shalat subuh ditambahkan setelah hay’alatain membaca at-taswib (ash-shalatu khairun minannaum) sebanyak dua kali, namun menurut Ibnu Wahab hanya dibaca satu kali bersandar pada pendapat Abu Hanifah.[5]

c.    Imam Syafi’i

Azan dan iqamat hukumnya sunat menurut pendapat yang kuat, menurut pendapat yang lain fardhu kifayah.pendapat ketiga sunat selain shalat jum’at dan fardu kifayah.[6]

d.    Imam Ahmad, azan itu hukumnya fardu kifayah.[7]

KESIMPULAN HUKUM

Hadis menjelaskan kepada kita bagaimana tata cara azan, iqamat, serta azan untuk shalat subuh. Dalam hadis ini kita juga dapat melihat bagaimana sistem demokrasi Rasulullah dalam menetapkan suatu hukum, untuk menetapkan azan sebagai cara pemberitahuan waktu shalat telah masuk, Rasulullah mengadakan musyawarah dengan sahabat terlebih dahulu, Rasulullah , mendengarkan usulan para sahabat dan mempertimbangkannya.
Di akhir matan hadis utama di atas, hadis mengenai cara pemberitahuan yang dilakukan oleh Bilal untuk membangunkan Nabi tergambar bahwa boleh seorang rakyat mengingatkan seorang khalifah apabila khalifah itu terlupa atau lalai, contohnya pada kisah Bilal di atas, karena mengetahui Rasulullah masih tidur sedangkan waktu shalat subuh telah  masuk, maka Bilal bin Rabbah membangunkan Rasulullah dengan kalimat “ash-shalatu khairun minan naumi”, bahkan kalimat yang dibaca oleh Bilal menjadi kalimat terakhir yang dikumandangkan dalam azan subuh.
 Selain itu, berdasarkan hadis diatas kita dapat menarik kesimpulan bahwa azan itu wajib dikumandangkan oleh laki-laki, dan sangat dianjurkan bagi laki-laki yang bersuara merdu, karena kita lihat dari alasan Rasulullah menunjuk Bilal bin Rabbah untuk azan karena beliau memiliki suara yang bagus daripada sahabat yang lainnya.

DAFTAR PUSTAKA
Al-Fauzan, Shalih bin Fauzan. Ringkasan Fikih Lengkap. (Jakarta: Darul Falah, 2005)
Ash-Shidieqy, Hasbie. 2002 Mutiara Hadits, jil II. Cet II. Jakarta: Bulan Bintang, 1975.
----------------------------, Koleksi Hadis-Hadis Hukum. PT. Al-Ma’arif: 1970
CD ROM Maktabah Syamilah.An-Nawawi, Raudhatul Thalibin  wa Umdatul Muftin, juz 1.
CD ROM Maktabah Syamilah.Imam Hanafi, Kitab Fiqh Hanafi, , juz 1.CD Maktabah Syamilah.
CD ROM Maktabah Syamilah.Muhammad bin Ahmad bin Jazi’ al-Kilabi, Juz .
CD ROM Maktabah Syamilah.Taqiyuddin Abu Abbas Ahmad,  al-Ikhtiyarat al-Fiqhiyah, juz 1
Daud, Abu . Shahih dan Dha’if Sunan Abu Daud, juz I
SyafiiI, Imam. Kitab al-Umm, terj. Muhammad Yasir Abdul Muthalib dan Andi Arlin. Jakarta: Pustaka AZZAM, 2005.



[1] CD Mausu’ah
[2] Abu Daud, Shahih dan Dha’if Sunan Abu Daud, bab. 498, juz. 1, hlm. 498
[3] Iama Syaf’I, kitab al-Umm, terj. Muhammad Yasir Abdul Muthalib dan Andi Arlin, (Jakarta: Pustaka AZZAM, 2005), hlm. 132.
[4] Imam Hanafi, Kitab Fiqh Hanafi, , juz 1, hlm 9, CD Mkatabah Syamilah.
[5]Muhammad bin Ahmad bin Jazi’ al-Kilabi, Juz 1, hlm 36, CD ROM Maktabah Syamilah.
[6] An-Nawawi, Raudhatul Thalibin wa Umdatul Muftin, juz 1, hlm. 195 , CD ROM Maktabah Syamilah.
[7] Taqiyuddin Abu Abbas Ahmad,  al-Ikhtiyarat al-Fiqhiyah, juz 1, hlm. 406. CD ROM Maktabah Syamilah,

content top