content top

Sabtu, 18 Februari 2012

khusyu'



Oleh    : Asep Nahrul Musyaddad, Ismangil Arfillah dan Syafi'in Aslam
Editor : Fairuz Kholili

A.     Pengertian
Khusyu' merupakan sebuah term yang sudah sangat familiar di kalangan umat Islam.  Khusyu' adalah bentuk mashdar dari  خشع – يخشع - خشوعا . Secara etimologis menurut Ibnu Mandhur khusyu' adalah َ رمى ببصره نحو الأَرض وغَضَّه وخفَضَ صوته (mengarahkan pandangan ke bumi dan merendahkan suara).[1] Lebih lanjut beliau menjelaskan bahwa istilah khusyu' hampir sama dengan khudu'. Bedanya khudu' adalah الإِقْرار بالاستِخْذاء (tetap ) dan khusus pada badan. Sedangkan khusyu' ada pada badan, suara, dan pandangan. Sesuai dengan firman Allah yang menggunakan kata khusyu' pada tiga hal tersebut, yaitu
خَاشِعَةً أَبْصَارُهُمْ تَرْهَقُهُمْ ذِلَّةٌ
(dalam keadaan) pandangan mereka tunduk ke bawah, lagi mereka diliputi kehinaan.  (al-Qalam : 43)
وَخَشَعَتِ الْأَصْوَاتُ لِلرَّحْمَنِ فَلَا تَسْمَعُ إِلَّا هَمْسًا
dan merendahlah semua suara kepada Tuhan yang Maha pemurah, Maka kamu tidak mendengar kecuali bisikan saja. (Thaha : 108)
وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ خَاشِعَةٌ
banyak muka pada hari itu tunduk terhina,
(al-Ghasyiyah : 2)

Sedangkan secara terminologi menurut Muhammad Shalih al-Munjid khusyu' adalah
الخشوع هو السكون والطمأنينة والتؤدة والوقار والتواضع والحامل عليه الخوف من الله ومراقبته
Khusyu' adalah diam, tenang disertai dengan mengagungkan, merendahkan hati dan ber-muraqabah (perasaan hati yang selalu diawasi) yang berimplikasi kepada rasa takut / khauf kepada Allah SWT.
Khusyu' juga bisa didefinisikan sebagai berikut :
الخشوع هو قيام القلب بين يدي الرب بالخضوع والذل المدارج[2]
Khusyu' adalah tegaknya hati di hadapan Tuhan dengan jiwa yang tunduk dan merasa hina. 
            Lebih lanjut beliau menerangkan bahwasannya khusyu' tempatnya adalah di hati sedangkan buahnya ada pada anggota badan. Secara konklusif, bisa dikatakan bahwa khusyu’ adalah kondisi mental yang penuh konsentrasi kepada Allah saat melakukan shalat ataupun ibadah lainnya. Namun, secara umum, term khusyu’ ini mayoritas dipahami hanya dalam konteks shalat saja.    
B.     Khusyu’ Dalam Perspektif Al-Qur’an
Berdasarkan penelitian singkat pemakalah di dalam al-Qur'an kurang lebih terdapat 16 ayat yang berbicara mengenai kata khusyu'   baik itu dalam bentuk isim maupun fi'il. Adapun Rincian adalah satu berbentuk isim mashdar,  dua berbentuk Fi'il Madhi dan Fi'il Mudhari', dan selebihnya berbentuk Isim Fa'il. Berdasarkan penelitian singkat pemakalah dari 16 ayat tersebut yang berafiliasi pada shalat ada dua ayat, selebihnya menyangkut hal-hal di luar shalat.  Selengkapnya dapat dilihat pada tabel sebagai berikut :
NO
AYAT
BENTUK
RUANG LINGKUP
1.
Al-Baqarah : 45
Isim Fa'il
Shalat
2.
Ali Imran : 199
Isim Fa'il
Non-Shalat
3.
Al-Anbiya' : 90
Isim Fa'il
Non-Shalat
4.
Al-Mu'minun : 2
Isim Fa'il
Shalat
5.
Al-Ahzab : 35
Isim Fa'il
Non-Shalat
6.
Fushilat : 39
Isim Fa'il
Non-Shalat
7.
Al-Syura : 45
Isim Fa'il
Non-Shalat
8.
Al-Hasyr : 21
Isim Fa'il
Non-Shalat
9.
Al-Qalam : 43
Isim Fa'il
Non-Shalat
10.
Al-Ma'arij : 44
Isim Fa'il
Non-Shalat
11.
Al-Nazi'at : 9
Isim Fa'il
Non-Shalat
12.
Al-Ghasyiah : 2
Isim Fa'il
Non-Shalat
13.
Al-Qamar : 7
Isim Fa'il
Non-Shalat
14.
Thaha : 108
Fi'il Madhi
Non-Shalat
15.
Al-Hadid : 16
Fi'il Mudhari'
Non-Shalat
16.
Al-Isra' : 109
Isim Mashdar
Non-Shalat

            Dari tabel di atas bisa kita lihat bahwa kata khusyu' yng berkaitan atau bergandengan dengan kata shalat hanya ada pada dua ayat yakni, al-Baqarah : 45 dan al-Mu'minun : 2. Fakta di atas sangat menarik bagi kami untuk meneliti lebih lanjut apa sebenarnya rahasia di balik semua itu.
            Jika keseluruhan ayat di atas kita jabarkan dalam sebuah narasi singkat, maka kita akan mendapati suatu konsepsi khusyu’ yang cukup menarik. Dalam perspektif al-Qur’an, secara global, khusyu’ adalah kondisi mental yang selalu berkonsentrasi kepada Allah dengan merendah hati akan kebenaran dari Allah dan selalu ingat kepada-Nya, sehingga hal ini akan berimplikasi kepada rasa ketundukan dan kepatuhan kepada-Nya. Selanjutnya, sebagai follow up dari perasaan semacam ini, seluruh anggota badan termasuk penglihatan, suara, (al-Qalam: 43, Thaha: 108) akan serta merta melakukan segala perbuatan yang mencerminkan ketundukan dan kerendahan di hadapan Allah.
Secara spesifik, dalam al-Baqarah : 45, Khusyu’ disandingkan dengan shalat dan sabar, dan dalam al-Mu’minun : 2 khusyu’ disandingka dengan shalat saja. Namun, meskipun begitu, khusyu’ tidak hanya terbatas pada shalat dan sabar semata, melainkan pada setiap amalan yang lainnya. Setidaknya Al-Qur’an telah memberikan beberapa kriteria orang-orang khusyu’, diantaranya :
1.      Mereka yang meyakini akan bertemu Tuhan-Nya.
2.      Mereka yang meyakini akan kembali kepada-Nya (al-Baqarah : 2)
3.      Mereka yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik.
4.      Mereka yang  berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas (al-Anbiya : 90)
5.      Tunduk hati untuk mengingat Allah
6.      Tuduk hati untuk menerima kebenaran. (al-Hadid : 16)
Ketika seseorang telah memiliki beberapa kriteria di atas, maka ia dapat dikatakan orang yang khusyu’. Bahkan al-Qur’an menyatakan bahwa diantara ahli kitab pun terdapat orang yang khusyu’ kepada Allah (Ali Imran : 199). Kemudian, bagi mereka yang khusyu’, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar (al-Ahzab : 35).
C.     Jenis-jenis Khusyu'
Membahas mengenai jenis-jenis khusyu' lebih lanjut Ibnul al-Qayyim menjelaskan dalam kitabnya al-Ruuh bahwasannya khusyu' mempunyai dua jenis[3] yaitu :
1.      Khusyu' Iman, yaitu kekhusyu'an hati menghadap Allah SWT dengan penuh penghormatan, pengagungan, penghambaan, dan pengharapan sehingga timbul dalam hatinya perasaan malu dan cinta kepada Allah SWT dan kemudian berimplikasi kepada khusyu'nya (tenangnya) anggota badan.
2.      Khusyu' Nifaq, yaitu khusyu' hanya pada anggota badan saja, sedangkan hatinya tidak. Pada khusyu' jenis ini khusyu' hanya ada pada anggota badan saja yang terkesan terlihat tenang, tunduk, namun hatinya jauh dari apa yang sebenarnya terjadi. Khusyu' jenis ini sangat dibenci oleh para ulama'. Karena pada khusyu' jenis ini seseorang hanya memperhatikan aspek dzahir saja sedangkan hatinya batinnya tidak. Hal ini sama halnya dengan sifat munafik yang sangat dibenci oleh agama.
Dari pembagian jenis khusyu' di atas dapat di ambil kesimpulan bahwasannya khusyu' bukanlah hanya sebatas keadaan anggota badan kita yang terkesan tenang. Seseorang dianggap khusyu' tidak hanya sebatas ketika menampakkan sikap yang begitu tenang, namun lebih dari itu yang paling penting dari khusyu' adalah keadaan hati seseorang yang penuh dengan penghormatan, pengagungan, penghambaan, dan pengharapan kepada Allah SWT, sehingga dalam hatinya timbul perasaan malu dan cinta kepada Allah. Ketika hal ini sudah berjalan maka secara otomatis akan berimplikasi pada tenangnya anggota badan. Jadi konsep khusyu' tidak hanya menyangkut aspek dzahir (anggota badan) saja, namun juga menyangkut aspek lain yang bahkan lebih penting, yaitu aspek batin. Hal ini dikarenakan Allah tidak akan melihat pada bentuk seorang hamba, namun pada hatinya.
D.    Pendapat Para Mufassir Tentang Ayat Khusyu'
            Pada bab ini kami akan memaparkan sedikit mengenai pendapat para mufassir baik klasik maupun kontemporer mengenai ayat-ayat yang berbicara tentang khusyu'. namun pada pembahasan kali ini kami tidak akan memaparkan semua ayat tentang khusyu' sebagaimana tersebut di atas. Kami hanya akan memaparkan dua ayat tentang khusyu' baik itu yang berkaitan dengan shalat maupun tidak.
Al-Baqarah : 45
وَاسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلَّا عَلَى الْخَاشِعِينَ . الَّذِينَ يَظُنُّونَ أَنَّهُمْ مُلَاقُو رَبِّهِمْ وَأَنَّهُمْ إِلَيْهِ رَاجِعُونَ
"Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu'. (yaitu) orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya”
Tafsir Ibnu Katsir
Tafsir Ibnu Katsir merupakan salah satu kitab yang bercorak bil ma'tsur, karena dalam hasil tafsiran Ibnu Katsir lebih banyak merupakan produk tafsiran ulama' terdahu. Hal ini dapat terlihat ketika menafsiri ayat di atas Ibnu Katsir menjelaskannya berdasarkan hasil tafsiran ulama'-ulama' teradahulu. Ttafsiran Ibnu Katsir mengenai ayat di atas adalah :
قال ابن أبي طلحة، عن ابن عباس: يعني المصدّقين بما أنزل الله. وقال مجاهد: المؤمنين حقا. وقال أبو العالية: إلا على الخاشعين الخائفين، وقال مقاتل بن حيان: إلا على الخاشعين يعني به المتواضعين. وقال الضحاك: { وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ } قال: إنها لثقيلة إلا على الخاضعين (5) لطاعته، الخائفين سَطَواته، المصدقين بوعده ووعيده[4]
Ibnu Katsir mengutip pendapat Ibnu Abbas bahwa yang dimaksud الخاشعين adalah orang-orang yang membenarkan apa yang diturunkan oleh Allah. Menurut Mujahid adalah orang-orang yang beriman secara benar.  Sedangkan menurut al-Dhahhak adalah orang-orang yang tunduk, taat kepada Allah, takut kepada siksa-Nya, dan orang yang membenarkan janji dan ancaman Allah.
Tafsir Al-Alusi
Imam al-Alusi menafsirinya sebagai berikut :
الخاشعين وهم المتواضعون المستكينون[5]
Adalah orang-orang yang tawadhu' atau merendahkan diri.
Tafsir Al-Mishbah
Menurut Quraish Shihab الخاشعين adalah orang-orang yang tunduk dan hatinya tentram dengan dzikir kepada Allah[6]. Lebih lanjut beliau menjelaskan bahwasannya khusyu' dalam ayat ini adalah orang-orang yang hatinya merasa menemui Tuhan, dengan demikian dengan adanya perasaan demikianlah lahir konsep Ihsan, sehingga bagaimana seorang hamba akan berpikiran lain dan main-main sedangkan penciptanya berada di hadapannya. Dengan demikian Quraish shihab menafsirkan khusyu' pada ayat ini adalah kondisi jiwa seseorang yang merasa dekat atau berada di hadapan Allah SWT pada waktu melaksanakan shalat.[7]
Imam al-Ghazali
Menurut Imam al-Ghazali khusyu' meliputi enam hal, yaitu kehadiran hati, mengerti antara yang dibaca dan yang diperbuat, mengagungkan Allah SWT, merasa gentar terhadap Allah SWT, merasa penuh harap kepada Allah, dan merasa malu terhadap-Nya. Semuanya itu menyatu dalam rangka melaksanakan shalat. Lebih lanjut beliau menjelaskan bahwa khusyu' merupakan kondisi mental dalam bentuk pemusatan pikiran dan perhatian kepada Allah SWT ketika melakukan shalat.[8]
As-Syura : 45
وَتَرَاهُمْ يُعْرَضُونَ عَلَيْهَا خَاشِعِينَ مِنَ الذُّلِّ يَنْظُرُونَ مِنْ طَرْفٍ خَفِيٍّ وَقَالَ الَّذِينَ آَمَنُوا إِنَّ الْخَاسِرِينَ الَّذِينَ خَسِرُوا أَنْفُسَهُمْ وَأَهْلِيهِمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَلَا إِنَّ الظَّالِمِينَ فِي عَذَابٍ مُقِيمٍ
"Dan kamu akan melihat mereka dihadapkan ke neraka dalam keadaan tunduk karena (merasa) hina, mereka melihat dengan pandangan yang lesu. Dan orang-orang yang beriman berkata: "Sesungguhnya orang-orang yang merugi ialah orang-orang yang kehilangan diri mereka sendiri dan (kehilangan) keluarga mereka pada hari kiamat. Ingatlah, sesungguhnya orang- orang yang zalim itu berada dalam azab yang kekal"
Tafsir Al-Kasyaf
{ خاشعين } متضائلين متقاصرين[9]
Al-Khasyi'in adalah orang-orang yang merasa kecil, lemah, dan kekurangan.
Tafsir Al-Thabari
خَاشِعِينَ مِنَ الذُّلِّ, يقول: خاضعين متذللين[10]
Dari penafsiran kedua mufassir di atas dapat diketahui bahwasannya pada ayat ini menggambarkan orang-orang calon penghuni neraka ketika akan dimasukkan ke dalam neraka. Mereka tertunduk karena merasa hina.
E.     Hadits dan Atsar Tentang Khusyu’
1.     Kanzul ‘Ummal no. 22.525
عن أبى بكر بن محمد بن عمرو بن حزم قال : خطب أبو بكر الصديق فقال قال رسول الله  - صلى الله عليه وسلم -  تعوذوا بالله من خشوع النفاق قالوا يا رسول الله وما خشوع النفاق قال خشوع البدن ونفاق القلب (الحكيم ، والعسكرى فى الأمثال ، والبيهقى فى شعب الإيمان)


2.     Sunan Nasa’i no. 5375
أَخْبَرَنَا قُتَيْبَةُ قَالَ حَدَّثَنَا خَلَفٌ عَنْ حَفْصٍ عَنْ أَنَسٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَدْعُو بِهَذِهِ الدَّعَوَاتِ اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عِلْمٍ لَا يَنْفَعُ وَقَلْبٍ لَا يَخْشَعُ وَدُعَاءٍ لَا يُسْمَعُ وَنَفْسٍ لَا تَشْبَعُ ثُمَّ يَقُولُ اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ هَؤُلَاءِ الْأَرْبَعِ

       3.  Sunan Baihaqy no. 2080

أخبرنا أبو زكريا بن أبي إسحاق المزكي ثنا أبو الحسن أحمد بن محمد بن عبدوس الطرائفي حدثنا عثمان بن سعيد الدارمي ثنا عبد الله بن صالح عن معاوية بن صالح عن علي بن أبي طلحة ....  قال بن عباس وليميز أهل اليقين من أهل الشك والريبة قال الله عز و جل { وإن كانت لكبيرة إلا على الذين هدى الله } يعني تحويلها على أهل الشك إلا على الخاشعين يعني المصدقين بما أنزل الله تعالى قال الشافعي رحمه الله في قولة { فثم وجه الله } يعني والله أعلم فثم الوجه الذي وجهكم الله إليه


4.    Syu’ubul Iman no. 3489
أخبرنا أبو طاهر الفقيه أنا أبو بكر القطان أنا أحمد بن يوسف نا محمد بن يوسف قال : ذكر سفيان عن ثور عن خالد بن معدان عن أبي ذر عن معاذ بن جبل قال : من أصاب مالا فأنفقه في حق كان من الشاكرين فإن آثره على نفسه كان من الخاشعين
ٍ
DAFTAR PUSTAKA

Al-Zamakhsyari. Al-Kasyaf, Maktabah Syamilah
Al-Alusi. Tafsir Al-Alusi, Maktabah Syamilah
Al-Thabari. Jami'ul Bayan, Maktabah Syamilah
Katsir, Ibnu. Tafsir Al-Qur'an Al-'Adzim, Maktabah Syamilah
Al-Qayyim, Ibnu. Al-Ruuh, Maktabah Syamilah.
Mandhur, Ibnu. Lisanul 'Arab. Maktabah Syamilah
Rodiah, dkk. Studi Al-Qur'an : Metode dan Konsep. Ed. Shahiron Syamsuddin. Yogyakarta : Elsaaq. 2010
Al-Munjid, Muhammad Shalih. 33 Sababab lil Khusyu' fi al-Shalat. Maktabah Syamilah



[1]  Ibnu Mandhur, Lisanul 'Arab, Juz. 8 hlm. 71, Maktabah Syamilah
[2]  Muhammad Shalih Al-Munjid, 33 Sababan lil Khusyu'i fi al-Shalat, juz 1 hlm.1, Maktabah Syamilah
[3]  Ibnu al-Qayyim, Al-Ruuh, juz. 1 hlm. 232
[4] Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur'an al-'Adzim, juz. 1 hlm. 253
[5] Al-Alusi, Tafsir Al-Alusi, juz. 1 hlm. 300
[6] Rodiah, dkk, Studi Al-Qur'an : Metode dan Konsep,hlm. 162 dikutip dari M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, hlm. 180
[7] Rodiah, dkk, Studi Al-Qur'an...,hlm.163
[8]  Rodiah, dkk, Studi Al-Qur'an..., hlm.164
[9]  Al-Zamakhsyari, Al-Kasyaf, juz.6 hlm. 210
[10] At-Thabari, Jami'ul Bayan, juz. 21 hlm. 553 

content top