content top

Minggu, 04 Maret 2012

Kajian Tarikh Mutun Al-Hadits Tentang Khitan

Oleh     : Risa Farihatul Ilma ( PBSB 2010)
Editor   : Fairuz Kholili



Kajian Tarikh Mutun Al-Hadits Tentang Khitan

A.      Deskripsi
Tradisi khitan telah ada jauh sebelum Islam lahir. Lahirnya kebiasaan tsb. diduga adalah pengaruh dari kebudayaan totemisme, suatu paham yang memadukan antara mitologi dan keyakinan agama. Bagi laki-laki, khitan mempunyai banyak manfaat, namun berbeda dengan perempuan. Bagi mereka, khitan sangat merugikan. Meskipun khitan bukan sebuah ajaran, namun kaum Yahudi melakukan kebiasaan khitan tsb. Sedangkan dalam Islam, khitan adalah salah satu ajaran agama. Ajaran agama tsb. dimasukkan ke dalam kategori syar’un man qablana, sebab khitan pernah dilakukan oleh Nabi Ibrahim.[1]
Pada masa nabi Muhammad, terdapat perempuan yang dikhitan kemaluannya. Hal ini terjadi ketika Nabi sudah bermukim di Madinah. Adapun hadits yang menjelaskannya adalah sbb.
حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الدِّمَشْقِيُّ وَعَبْدُ الْوَهَّابِ بْنُ عَبْدِ الرَّحِيمِ الْأَشْجَعِيُّ قَالَا حَدَّثَنَا مَرْوَانُ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ حَسَّانَ قَالَ عَبْدُ الْوَهَّابِ الْكُوفِيُّ عَنْ عَبْدِ الْمَلِكِ بْنِ عُمَيْرٍ عَنْ أُمِّ عَطِيَّةَ الْأَنْصَارِيَّةِ أَنَّ امْرَأَةً كَانَتْ تَخْتِنُ بِالْمَدِينَةِ فَقَالَ لَهَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تُنْهِكِي فَإِنَّ ذَلِكَ أَحْظَى لِلْمَرْأَةِ وَأَحَبُّ إِلَى الْبَعْلِ
“Diceritakan dari Sulaiman ibn Abd al-Rahman al-Dimasyqi dan Abd al-Wahhab bin Abd al-Rahim al-Asyja’i berkata diceritakan dari Marwan menceritakan kepada Muhammad bin Hassan berkata Abd al-Wahhab al-Kufi dari Abd al-Malik bin Umair dari Ummi Attiyah al-Ansari sesungguhnya ada seorang juru khitan perempuan di Madinah, maka Nabi Muhammad SAW bersabda jangan berlebihan dalam memotong organ kelamin perempuan, sesungguhnya hal tersebut akan dapat memuaskan perempuan dan akan lebih menggairahkan” (HR. Abu Dawud)
B.      Pembahasan
Hadits tersebut adalah hadits yang menjelaskan bahwa Nabi berpesan agar tidak berlebihan ketika mengkhitan perempuan. Hadits tersebut adalah dlaif, karena ada salah satu perawi yang transmisi hadisnya tidak dapat dipertanggungjawabkan. Sehingga apa yang dijelaskan pada hadits tsb. belum tentu menjadi sebuah tradisi di masa itu. Selain itu, informasi tentang juru khitan tsb. tidak detail. Pada hadits tsb., secara tidak langsung Nabi Muhammad melarang untuk mengkhitan perempuan yang di dalamnya terkandung unsur menyakiti. Kebiasaan khitan perempuan harusnya disesuaikan dengan nilai-nilai kemanusiaan.
Hadits ini mempunyai hubungan dengan hadits lain. Terdapat setidaknya 4 hadits yang mengandung lafad khitan. Empat hadits tsb. secara ringkas berbicara mengenai :
1.       Gambaran tradisi khitan perempuan pada masa Nabi Muhammad SAW.
2.       Khitan merupakan bagian dari fitrah.
3.       Wajibnya mandi jinabat karena bertemunya dua khitan.
4.       Kemuliaan khitan perempuan dan khitan laki-laki sebagai suatu yang dianjurkan.
Hadits yang menjelaskan bahwa terdapat perempuan yang dikhitan pada masa Nabi Muhammad tidak mempunyai informasi yang mendukung atas kejadian hadits tsb. redaksi khitānāni tidak serta merujuk dua-duanya dikhitan baik laki-laki maupun perempuan. [2]  Masalah khitan sering bercermin dari syari’at nabi Ibrahim. Namun tidak ada sama sekali informasi dari al-Qur’an mengenai khitan seorang perempuan. Hal ini yang menjadikan bahwa khitan perempuan tidak dibenarkan dalam agama Islam. Walaupun Islam tidak membenarkan adanya praktek khitan perempuan, masyarakat Sudan dan Mesir masih banyak yang membudaykan praktek tsb. Kebiasaan tsb. telah membudaya secara turun temurun sejak pemerintahan Ramses. Praktek yang mereka lakukan adalah mengkhitan perempuan dengan mnyisakan jalan kencing dan dan jalan darah haid saja. Dalam kaca mata Islam, hal tsb. termasuk dalam tindakan pidana yang harus ditindak lanjuti dengan adil dan tegas.
Dari sekian bentuk khitan pada perempuan yang terjadi selama ini, hanya ada satu cara yang diperbolehkan oleh pihak medis. Cara tsb. adalah memotong sebagian kulit permukaan dari vagina. Selain dari itu dianggap berlebihan oleh agama dan paramedis. Jika dengan menggunakan cara yang berlebihan, maka dampak yang ditimbulkan lebih membahayakan. Di antara dampak-dampaknya adalah
1.       Menyebabkan kejutan seksual pada si gadis dan mengurangi puncak orgasme (kenikmatan seksual) serta sedikit berpengaruh mengurangi hasrat seksual.
2.       Gangguan pada saluran kencing dan pembengkakan vagina
3.       Masturbasi yang dilakukan gadis-gadis yang tidak disunat lebih sedikit dari mereka yang melakukan penyunatan.[3]


[1] Al-fatih Suryadilaga, Aplikasi Penelitian Hadits (Yogyakarta: Teras, 2009), hlm. 22.
[2] Idem, hlm. 48.
[3] Nawal El-Saadawi, Perempuan, hlm.73-74.

content top